Berkomitmen Mencapai Net Zero Emission pada 2040, H&M Gunakan Metode Human-centered Design

Di tengah isu perubahan iklim, industri fesyen menghadapi tantangan besar untuk membuat produk dan sistem operasional mereka lebih ramah lingkungan. Pasalnya, menurut United Nations Environment Programme (UNEP), industri fesyen bertanggung jawab atas 10% emisi karbon global setiap tahunnya. Angka ini bahkan diperkirakan akan melonjak lebih dari 50% pada tahun 2030.

UNEP bersama Ellen MacArthur Foundation memperkirakan industri fesyen menggunakan sekitar 93 miliar meter kubik air setiap tahunnya. Jumlah yang cukup untuk menghidupi kebutuhan air bersih bagi lima juta orang. Tak hanya itu, industri ini juga tercatat sebagai kontributor pertama sampah plastik yang mencemari lautan.

Kedua lembaga itu mencatat industri fesyen terhitung menghasilkan sekitar setengah juta ton microfiber plastik yang berakhir di laut. Sampah plastik telah menjadi perhatian karena implikasi lingkungan dan kesehatan yang negatif. Microfiber sendiri tidak dapat diekstraksi dari air dan dapat menyebar ke seluruh rantai makanan.

Dengan pertumbuhan industri fesyen yang diperkirakan tumbuh pesat dan bernilai lebih dari USD 1 triliun (Rp15,418 triliun) pada tahun 2025, isu lingkungan menjadi semakin krusial dari sebelumnya. Kondisi inilah yang mendorong H&M menetapkan target agresif dalam komitmen sustainability mereka.

Selama beberapa tahun terakhir, H&M telah berkomitmen serius mewujudkan sustainable fashion dengan menetapkan agenda agresif untuk mewujudkan emisi nol bersih atau net-zero emission. Pada tahun 2021, H&M mengumumkan tujuannya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 56% pada tahun 2030, dan menguranginya hingga 90% demi mencapai net-zero emission pada tahun 2040.

Untuk mewujudkannya, H&M harus mengurangi penggunaan plastik, air, polutan, dan jumlah persediaan berlebih atau overstock yang dapat berakhir di tempat pembuangan sampah. Namun, tak ada yang mudah dalam prosesnya. Model rantai pasokan atau supply chain ritel tradisional yang hingga kini masih diandalkan banyak produsen di industri fesyen, membuat mereka kesulitan memprediksi secara akurat berapa banyak item pakaian tertentu yang mungkin dijual merek tersebut di pasar.

Seperti kebanyakan perusahaan ritel yang sudah lama berdiri, H&M beroperasi dengan strategi push. Dalam strategi ini produsen diharuskan melakukan produksi untuk mengantisipasi permintaan di masa depan. Dalam kasus ritel seperti H&M, produsen akan berasumsi mengenai kemungkinan permintaan untuk item pakaian tertentu, memproduksinya dan berharap koleksi pakaian tersebut akan terjual habis pada musim yang akan datang.

Namun, membuat kesalahan dalam strategi push, berarti pakaian yang telah Anda produksi besar kemungkinan tidak disukai pelanggan dan pada akhirnya menyebabkan overstock dan berakhir di tempat pembuangan sampah. Selain menimbulkan kerugian, kesalahan pada model semacam ini juga tentunya berdampak buruk bagi lingkungan.

Ellen MacArthur Foundation, seperti yang dilansir World Bank, memperkirakan bahwa sekitar USD 500 miliar (Rp 7,7 triliun) hilang setiap tahunnya karena pakaian yang hampir tidak dipakai, tidak disumbangkan, didaur ulang, atau berakhir di tempat pembuangan sampah. Dampak ini tentu tidak sesuai dengan sasaran keberlanjutan agresif H&M.

Langkah Cerdas H&M Atasi Masalah Overstock

Meskipun H&M telah mencoba untuk mengatasi masalah ini sebelumnya, H&M memutuskan untuk menempuh cara lain yang lebih agresif. Berkolaborasi dengan IDEO, H&M Group Design Studio mengambil pendekatan yang berpusat pada manusia atau human-centered design untuk lebih memahami rantai pasokannya. 

Bersama IDEO, H&M mulai memetakan orang-orang yang membentuk rantai pasokannya di seluruh dunia. Tim dari H&M bertemu dengan semua pihak yang terlibat, mulai dari desainer, pemasok garmen, manajer logistik, dan bahkan orang yang menjual produk akhir H&M di toko. Wawasan dari pertemuan ini kemudian digunakan untuk membuat algoritma yang dapat memprediksi permintaan dengan lebih baik dan mempersingkat interval antara penjualan dan produksi.

Kolaborasi itu juga meluncurkan apa yang H&M sebut sebagai “Cruise Control”, sebuah alur operasional otomatis yang memberikan banyak waktu bagi para staf untuk fokus pada operasi yang berpusat pada pelanggan, seperti memberikan panduan dan inspirasi. Alur ini pada akhirnya mempermudah H&M untuk mengikuti tuntutan pasar, dan menempatkan perkiraan yang lebih akurat tentang apa yang diinginkan konsumen untuk koleksi musim berikutnya.

Alhasil, H&M berhasil mengurangi 22% stok mereka selagi melaporkan peningkatan 34% dalam penjualan selama pilot program dilaksanakan. Perubahan ini tentu tidak hanya menguntungkan bisnis, tetapi juga mengurangi pemborosan secara signifikan.

“Semakin banyak yang kita pahami, semakin banyak yang kita pelajari, semakin baik kita dapat memberikan hasil bisnis. Hal itu pada gilirannya sangat membantu menciptakan pemberdayaan dan semangat dalam organisasi untuk mewujudkan inisiatif seperti ini,” ujar

Catharina Frankander, Kepala Studio Desain Grup H&M, seperti dilansir dari laman IDEO.

Kini, H&M tengah meluncurkan Looper Textile Co., sebuah usaha patungan dengan mitra pengumpul garmen, Remondis. Keduanya bekerja mengumpulkan dan memilah tekstil bekas dan yang tidak diinginkan untuk dijual kembali dan didaur ulang di Eropa. Barang-barang ini kemudian akan diedarkan kembali sebagai produk bekas atau digunakan kembali dan didaur ulang sehingga dapat digunakan sebagai serat dan sumber daya lainnya dalam produksi H&M.

Lebih Lanjut Mengenai Human-centered Design

Dari kasus H&M kita belajar bagaimana human-centered design dapat mengatasi masalah overstock dengan lebih memahami kendala-kendala nyata yang dialami manusia. Human-centered design membantu desainer atau produsen untuk merancang sebuah produk atau layanan sesuai dengan kebutuhan dan kapabilitas manusia sebagai penggunanya. Nilai inilah yang juga diyakini Innovesia melalui metode design thinking, yang juga berfokus pada pengguna.

Sebagai pengadopsi awal design thinking di Indonesia, Innovesia meyakini bahwa inovasi harus ditujukan menjawab kebutuhan manusia tak terkecuali dalam mewujudkan bisnis yang berkelanjutan atau sustainable. Kondisi inilah yang juga menjadi keyakinan Innovesia, sebuah perusahaan konsultasi yang berfokus pada inovasi.

Innovesia bekerja sama dengan IPMI International Business School menyelenggarakan lokakarya design thinking di PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk. Lokakarya yang diikuti oleh lebih dari 90 peserta Program Pengembangan Manajemen itu berisikan praktek penerapan tiga tahap metode design thinking yakni inspiration, ideation dan implementation.

Dalam lokakarya tersebut, Innovesia bersama IPMI International Business School membantu pegawai PGN untuk memecahkan tantangan bisnis terbaru yang mencakup: cara beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis untuk bisnis yang berkelanjutan, perubahan perilaku pelanggan dengan ide-ide inovatif dan mengubah produk kita agar sesuai dengan segmen pelanggan baru.

Peserta yang terbagi ke dalam beberapa kelompok harus menjawab tantangan melalui metode design thinking yang salah satu prosesnya, yaitu immersion, mengharuskan peserta untuk mendapatkan wawasan dari pelanggan yang ditargetkan secara langsung. Sebanyak 12 prototype hasil pemikiran peserta akan tantangan yang diberikan sebagai solusi yang relevan dengan masalah dan menjawab kebutuhan pelanggan tercipta melalui lokakarya ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • All Post
  • Design Thinking
  • Edukasi
  • Eksklusif
  • Gaya Hidup
  • Innovation
  • Kesehatan
  • Keuangan
  • Open Innovation
  • Otomotif
  • Pemerintahan
  • Pertambangan
  • Teknologi
  • Uncategorized
  • Workshop

Investing in Innovation

Everyone can innovate, including you. We help people and organizations to innovate in the era of Industrial Revolution 4.0

building

Design Thinking

Newsletter

About Us

PT Investasi Inovasi Indonesia

innovesia.co.id

designthinking.id

Business Address:

Equity Tower, 35th Floor, SCBD Lot 9

Jl. Jendral Sudirman, Kav 52-53, Jakarta 12910

P: +62 21 2939 8903