Open innovation telah terbukti membantu perusahaan menghadapi kompleksitas lingkungan bisnis yang menuntut mereka berinovasi secara kolaboratif di berbagai bidang. Dari berbagai model open innovation, crowdsourcing dinilai perusahaan sebagai cara berinovasi paling efektif dalam menjawab tantangan bisnis saat ini.
Seperti namanya, crowdsourcing merupakan model inovasi yang ditujukan untuk menghimpun pengetahuan dan keterampilan orang lain untuk mencapai tujuan perusahaan. Crowdsourcing sendiri dapat dilakukan melalui kompetisi inovasi, hackathon, dan lainnya untuk mengumpulkan ide dari pihak eksternal. Melalui crowdsourcing, perusahaan dapat memanfaatkan keterampilan atau pemikiran orang-orang yang berbeda sehingga membantu perusahaan memecahkan masalah dengan lebih baik.
Tak heran jika sebuah survei dari Capgemini Research Institute yang mempelajari aktivitas open innovation di 1.000 organisasi di dunia ini mencatat 55% perusahaan telah mengakui efektivitas crowdsourcing. Angka ini sekaligus menunjukkan bahwa crowdsourcing merupakan model open innovation yang paling efektif di antara yang lain.
Selain crowdsourcing, 34% perusahaan yang disurvei juga melaporkan efektivitas program akselerator dan inkubator sebagai sarana berinovasi. Namun, jumlahnya jelas terpaut jauh dengan banyaknya perusahaan yang mengakui efektivitas crowdsourcing.
Berbeda dengan crowdsourcing, akselerator dan inkubator sendiri merupakan sarana berinovasi di mana perusahaan mendukung startup dengan penawaran yang layak atau memfasilitasi mereka untuk dapat berkembang secara pesat. Sebagai timbal balik, perusahaan yang membuat program dapat menerapkan atau mengadopsi teknologi yang dimiliki startup untuk perkembangan bisnisnya.
Perbedaan yang signifikan dalam tingkat efektivitas ini sekaligus menunjukkan bahwa selain crowdsourcing, sebagian besar model open innovation belum terbukti efektif secara konsisten untuk sebagian besar organisasi. Begitu juga dengan model klien ventura atau venture client model yang hanya dinilai efektif oleh 32% perusahaan.
Di antara model open innovation, open innovation lab dinilai paling tidak efektif di mana hanya 24% perusahaan yang melaporkan efektivitas model ini. Secara definisi, open innovation lab merupakan semacam pusat inovasi atau ruang kreasi bersama yang disiapkan oleh perusahaan untuk mendorong inovasi dengan melibatkan entitas eksternal seperti startup, pelanggan, dan lain sebagainya.
Dalam laporan The Power of Open Minds: How Open Innovation Offers Benefits For All, eksekutif senior dari berbagai industri yang disurvei mengungkapkan, meskipun open innovation lab berhasil menumbuhkan ide-ide menarik dan membawa perspektif baru, model ini dinilai kurang mampu memberikan hasil yang baik untuk bisnis karena model ini cenderung beroperasi secara silo dan seringkali tidak selaras dengan prioritas strategis organisasi. Meski begitu, perusahaan tak menampik bahwa open innovation lab mampu menginspirasi tim bisnis dan membantu mereka membayangkan solusi inovatif.
Walau memiliki nilai efektivitas yang berbeda-beda, model open innovation yang diadopsi perusahaan umumnya bervariasi sesuai dengan filosofi inovasi masing-masing perusahaan. Misalnya, sebuah perusahaan mungkin lebih memilih venture client model, di mana perusahaan dapat bermitra dengan startup sebagai klien pertama mereka, untuk mengakses produk startup dan mengintegrasikannya dengan bisnis perusahaan.
Sedangkan, perusahaan lain mungkin lebih suka bekerja sama dengan pihak-pihak eksternal melalui open innovation lab yang memungkinkan mereka menawarkan sumber daya perusahaan dengan imbalan kontrol yang lebih besar atas hasil dan kekayaan intelektual yang diciptakan bersama di laboratorium tersebut.
Selain itu, umumnya open innovation yang dijalankan perusahaan tidak terbatas pada satu jenis model saja. Capgemini Research Institute mencatat, hampir semua dari 1.000 perusahaan yang disurvei telah menerapkan lebih dari satu model open innovation.
Telefónica, misalnya. Perusahaan telekomunikasi multinasional asal Spanyol yang merupakan salah satu operator telepon dan penyedia jaringan seluler terbesar di dunia itu memiliki banyak kendaraan untuk menjalankan open innovation. Beberapa di antaranya, yakni Telefónica Ventures yang berinvestasi di sejumlah startup; program akselerator startup bernama Wayra; Wayra Builder; dan Open Future yang merupakan program kolaborasi startup melalui berbagai inisiatif, termasuk jaringan ruang kolaborasi fisik.
Mengapa Crowdsourcing Begitu Efektif?
Dalam konteks inovasi, crowdsourcing kian populer dalam beberapa tahun terakhir karena memungkinkan perusahaan menggunakan sumber daya dari luar untuk memunculkan ide-ide baru selagi menghemat waktu dan biaya. Crowdsourcing jelas lebih hemat biaya daripada mempekerjakan tim ahli baru untuk proyek baru. Dengan crowdsourcing, perusahaan cukup menawarkan sejumlah hadiah untuk memotivasi pihak eksternal dalam menciptakan solusi untuk perusahaan.
Selain itu, Fiter Bagus Cahyono, Direktur Innovesia menjelaskan bahwa crowdsourcing membuka peluang bagi perusahaan untuk mendapatkan ragam perspektif baru yang bahkan tak terpikirkan sebelumnya. Peserta dalam hal ini juga tidak memiliki bias terhadap perusahaan selayaknya karyawan. Dengan kata lain, crowdsourcing memungkinkan perusahaan dapat mencari ide atau solusi terbaik.
“Salah satu manfaat utama crowdsourcing adalah latar belakang peserta yang beragam. Mereka bisa berasal dari status sosial ekonomi yang berbeda, pengalaman yang berbeda, dan bahkan lintas negara. Saat perusahaan menggelar crowdsourcing, mereka juga mengundang kelompok peserta yang sangat beragam dan memberikan berbagai perspektif tentang masalah yang dihadapi perusahaan. Alhasil, bisnis memperoleh ide atau solusi dari berbagai latar belakang budaya dan sosial ekonomi,” jelas Fiter Bagus.
Sebagai sosok berpengalaman dalam open innovation, Fiter Bagus menilai crowdsourcing tidak hanya membantu bisnis dalam mendapatkan solusi atas permasalahan yang dihadapi, tapi juga membantu bisnis memperkuat hubungan antara perusahaan dan konsumen.
“Crowdsourcing merupakan alat pemasaran paling cerdas karena dapat menjadi sarana memasarkan nama perusahaan mereka ke khalayak luas dan melibatkan mereka dengan cara yang menyenangkan. Bahkan, crowdsourcing yang berorientasi pada konsumen juga mampu menciptakan lebih banyak keterlibatan atau loyalitas konsumen,” lanjut Fiter Bagus.
Dengan banyaknya keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan dari crowdsourcing, tak heran jika 64% perusahaan yang disurvei Capgemini Research Institute berencana memfokuskan kegiatan inovasi mereka melalui crowdsourcing selama dua tahun ke depan.
Sebagai pionir ekosistem open innovation di Indonesia, Innovesia telah dipercaya berbagai perusahaan dari industri yang berbeda-beda, untuk membantu mereka memanfaatkan sumber daya eksternal dalam berinovasi tak terkecuali melalui crowdsourcing. Melalui open innovation, Innovesia dipercaya menjelajahi potensi inovasi dari luar perusahaan untuk mengembangkan kemitraan strategis dan kolaborasi untuk ide-ide inovatif.
Pada 2019 misalnya, Innovesia dipercaya PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sebagai mitra dalam kompetisi inovasi bertajuk “Empowering Gas dan Green Energy Innovation”. Pada tahun yang sama, Innovesia juga dipercaya sebagai mitra dalam ajang Telkomsel InnOvate untuk menemukan solusi terbaik di bidang efisiensi energi dan optimalisasi produktivitas jalur produksi dengan mengadopsi teknologi NB-IoT (Narrowband Internet of Things) Telkomsel. Begitu juga dalam kompetisi Boosting Innovator and Greenovator in the Mining Industry atau BIGMIND Innovation Award 2022 yang diselenggarakan oleh BUMN holding industri pertambangan Indonesia, MIND ID.
Sejak berdiri pada 2015 sampai saat ini, Innovesia selalu terbuka bagi siapa saja yang bersemangat memanfaatkan segala sumber daya dalam berinovasi.