Apapun bentuknya, inovasi yang direncanakan secara strategis tak pernah gagal membantu perusahaan tetap menjadi yang terdepan dalam persaingan. Dengan inovasi, perusahaan mampu memunculkan ide-ide baru dan memupuknya dengan cara yang dapat menciptakan pertumbuhan bisnis yang tentunya berkelanjutan. Namun, pertumbuhan industri yang semakin mengglobal dan digital, telah menyebabkan banyak perusahaan memikirkan kembali asumsi lama mereka tentang bagaimana inovasi dapat dan seharusnya dilakukan.
Menjadi tools yang amat dihargai, kemampuan berinovasi telah terbukti mampu mendorong perusahaan untuk memperoleh value atau nilai yang lebih besar dengan terus menciptakan atau meningkatkan produk, layanan, kinerja hingga model bisnis baru. Di tengah ekonomi yang mengglobal, inovasi menjadi lebih penting dari sebelumnya. Meski inovasi tak hanya berkutat di ranah teknologi, transformasi teknologi yang meluas dengan cepatnya telah meningkatkan praktik inovasi dan kini mengubah cara banyak perusahaan mempraktikan inovasi.
Jika sebelumnya perusahaan berpegang pada gagasan bahwa inovasi yang efisien adalah tentang kontrol tertentu atas proses inovasi, transformasi teknologi kini memaksa pelaku bisnis untuk meninggalkan gagasan itu dan mengadopsi inovasi berbasis kolaborasi tak terkecuali dengan pihak eksternal perusahaan.
Praktik inovasi inilah yang dikenal dengan open innovation, sebuah metode inovasi yang terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan pendapatan perusahaan hingga 59% lebih tinggi dibandingkan mereka yang hanya mengandalkan tim Research & Development (R&D) internal perusahaan.
Pengertian Open Innovation
Secara definisi, open innovation atau inovasi terbuka merupakan upaya mendapatkan pengetahuan atau bahkan solusi atas suatu permasalahan dari pihak internal dan eksternal perusahaan. Singkatnya, open innovation adalah tempat di mana sumber daya internal dan eksternal bertemu untuk melangsungkan inovasi.
Jika model R&D tradisional mengharuskan perusahaan hanya dan sangat bergantung pada pengetahuan dan sumber daya internal, open innovation membuka peluang bagi perusahaan di industri manapun untuk menjalankan inovasi dengan berkolaborasi dengan pihak lain di luar perusahaan. Adapun pihak lain di sini bisa merupakan baik sesama pelaku bisnis di industri yang sama maupun lintas industri, universitas, komunitas, bahkan masyarakat luas.
Artinya, inovasi yang dilakukan melalui open innovation tidak lagi secara eksklusif bergantung pada pengetahuan karyawannya yang bisa dibilang sangat terbatas jika dibandingkan dengan potensi pengetahuan yang terbuka luas di luar perusahaan.
Sejarah Open Innovation
Menurut sejarahnya, konsep open innovation baru diciptakan oleh Henry Chesbrough pada awal 2000-an. Melalui buku Open Innovation: The New Imperative for Creating and Profiting from Technology yang dirilis pada 2003, Profesor di UC Berkeley, Amerika Serikat (AS) itu merumuskan open innovation sebagai sebuah paradigma, di mana perusahaan berupaya menggunakan arus pengetahuan internal dan eksternal untuk mempercepat inovasi khususnya dalam hal memajukan kemampuan teknologi yang telah dimilikinya.
Menurut Chesbrough, open innovation merupakan pendekatan inovasi yang lebih terdistribusi, lebih partisipatif, dan lebih terdesentralisasi yang menciptakan lebih banyak keuntungan bagi bisnis. Pendekatan ini dinilai Chesbrough merupakan cara yang bagus untuk mengakses pengetahuan eksternal dan mengadopsinya untuk kepentingan dan kemajuan perusahaan.
Meski istilah open innovation dirumuskan pada 2003, praktik serupa sebenarnya telah dipraktikan jauh sebelum itu. Pada abad ke-19 misalnya, praktik open innovation tercatat telah dipraktikan oleh Thomas Edison. Kala itu, ilmuwan sekaligus investor itu berkolaborasi dengan ilmuwan, dan pemodal di luar laboratorium miliknya.
Dalam laporan bertajuk The Open Innovation Barometer, ilmuwan pada abad 1950-an dan 1960-an juga telah merangkul praktik open innovation. Metode itu digunakan para ilmuwan kala awal mengembangkan teknologi internet dan protokol protokol jaringan telekomunikasi, yang mengandalkan lingkungan penelitian terbuka dan kolaboratif. Pada saat internet modern muncul pada 1990-an, nilai-nilai termasuk kolaborasi dan keterbukaan telah tertanam di dalam pondasinya. Sejak saat itu, praktik open innovation telah muncul di sektor-sektor diluar teknologi.
Mengapa Open Innovation?
Open innovation dengan cepat menjelma sebagai mesin pertumbuhan dan kinerja bisnis. Dalam laporan The Open Innovation Barometer 2022, mencatat 95% dari 500 senior eksekutif yang bekerja di lima sektor industri di AS, Inggris dan Jerman telah menginvestasikan sumber daya yang signifikan untuk melaksanakan open innovation. Angka ini jelas menunjukkan bahwa open innovation memberikan nilai potensial yang dapat mendorong keberlangsungan bisnis mereka.
Bahkan, survei tersebut mencatat lebih dari separuh atau 54% perusahaan telah mempraktikkan open innovation di sebagian besar atau semua proyek, sementara 41% lainnya mempraktikkan open innovation di proyek-proyek tertentu.
Senada, sebuah studi terhadap 2.379 eksekutif dari 24 industri di 26 negara, yang dilakukan oleh IBM Institute for Business Value dan Oxford Economics menunjukkan, 61% eksekutif yang disurvei mengaku open innovation lebih berhasil daripada inovasi yang dilakukan oleh perusahaan mereka sendiri. Lebih dari itu, 84% eksekutif juga mengatakan bahwa open innovation amat penting untuk strategi pertumbuhan masa depan mereka.
Dari sisi industri, sektor retail dan consumer goods merupakan sektor yang paling maju dalam hal penerapan open innovation khususnya akibat pandemi Covid-19 yang mengubah perilaku konsumen dan akhirnya mengganggu model bisnis tradisional. Di pasar yang sangat dinamis dengan preferensi pelanggan yang berubah dengan cepat, open innovation memperkuat kemampuan untuk memanfaatkan peluang terkait produk dan layanan baru.
Selain itu, perubahan sifat pasar modal dan tenaga kerja juga menjadi pendorong maraknya perusahaan yang mengadopsi open innovation. Menurut The Economist Group, meningkatnya ketersediaan modal ventura telah menumbuhkan ekosistem startup yang berkembang pesat, mendorong evolusi bersama di antara organisasi yang saling berhubungan.
Maraknya perusahaan yang mengadopsi open innovation juga tak lepas dari tingkat kepuasan yang dihasilkannya. Studi Open Door to Open Innovation, menunjukkan mereka yang mengadopsi open innovation melaporkan pertumbuhan pendapatan perusahaan hingga 59% lebih tinggi. Sebaliknya, perusahaan yang mengabaikan open innovation mengalami tingkat pertumbuhan pendapatan 12% lebih rendah dibandingkan organisasi lain. Lebih dari itu, 61% dari perusahaan yang tertinggal itu justru melaporkan kinerja buruk dalam hal profitabilitas dan efisiensi.
Kepuasan itupun membawa banyak dari perusahaan berencana untuk meningkatkan anggaran khusus untuk open innovation dalam tiga tahun mendatang. Dalam studinya, The Economist mencatat, sekitar 91% senior eksekutif pada 2022 mengatakan akan meningkatkan anggaran yang dialokasikan untuk proyek-proyek open innovation selama tiga tahun ke depan. Sementara 67% dari mereka akan berencana meningkatkan anggaran untuk melakukan open innovation. Angka-angka ini tentu menunjukkan bahwa open innovation akan terus mendapatkan momentum di seluruh pasar dan industri.
Contoh Penerapan Open Innovation
Bersama Innovesia, BUMN Holding Industri Pertambangan MIND ID atau Mining Industry Indonesia, berhasil menyelenggarakan kompetisi inovasi, yang merupakan salah satu bentuk open innovation.
Bertajuk Boosting Innovator and Greenovator in the Mining Industry atau BIGMIND Innovation Award 2022, MIND ID bersama Innovesia mengundang kontribusi riset dan inovasi anak bangsa melalui perkembangan teknologi digital demi memperkuat tata kelola operasional industri. Berbentuk kompetisi inovasi, BIGMIND Innovation Award 2022 mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menciptakan inovasi pada setiap kegiatan operasional industri pertambangan dengan tujuh topik, yakni proses bisnis, digitalisasi, eksplorasi, pertambangan, proses industri termasuk pengolahan dan pemurnian, CCUS dan dekarbonisasi.
Disambut antusias, BIGMIND Innovation Award 2022 menerima total 225 karya inovasi anak bangsa yang berasal dari berbagai elemen, yang dikerucutkan menjadi 20 tim finalis. Setelahnya, seluruh finalis dibekali mentoring dengan beberapa pakar dari internal MIND ID yang berkaitan dengan karya inovasi masing-masing finalis. Mereka juga diharuskan mengikuti workshop mengenai business objective letter (BOL) dan business presentation skill.

Di panggung final BIGMIND Innovation Award 2022, ke-20 finalis kemudian mempresentasikan karya inovasi mereka di hadapan 18 juri, yang berasal dari pihak internal MIND ID dan pihak eksternal seperti Kementerian BUMN, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Kementerian ESDM, juga sivitas akademika dari sejumlah universitas terkemuka di Indonesia.
Adapun karya inovasi juara akan ditinjau lebih lanjut dalam kegiatan inkubasi untuk diikutsertakan dalam kompetisi inovasi internasional, juga diimplementasikan dalam operasional MIND ID.