Di dunia bisnis yang berkembang begitu cepat saat ini, design thinking semakin populer karena berhasil menjadi kunci kesuksesan banyak organisasi terkemuka selama beberapa dekade terakhir. Namun, tahukah Anda bahwa dasar pemikiran design thinking sebenarnya berasal dari masa yang lebih jauh bahkan sebelum dunia mengenal filsuf Aristoteles.
design thinking
design thinking
Ketika memahami design thinking dengan baik, kita pasti sudah memahami bahwa metode inovasi satu ini didasarkan pada metode ilmiah yang diadaptasi dalam bisnis. Terutama dalam menciptakan produk, layanan, dan pengalaman yang berakar pada pengalaman manusia atau dalam hal ini adalah pelanggan.
design thinking
Metode ilmiah sendiri merupakan suatu prosedur atau cara pemecahan masalah dengan menggunakan langkah-langkah yang telah tersusun secara sistematis. Adapun prosedur ini mencakup observasi, seringkali eksperimen, dan penalaran induktif.
Lebih lanjut, metode ilmiah dimulai dengan mengidentifikasi dan merumuskan masalah melalui berbagai cara, melakukan kajian literatur, membuat hipotesis yang kemudian diuji melalui eksperimen tambahan untuk melihat seberapa akurat hipotesis tersebut. Jika data pengamatan tidak mendukung hipotesis yang telah dirumuskan, kita dituntut untuk kembali mengeksplorasi kemungkinan yang didukung oleh hasil.
Proses ini tak jauh berbeda dengan design thinking. Pada artikel sebelumnya, kita telah mengenal bagaimana design thinking dilakukan melalui lima tahap mulai dari emphatize, lalu merumuskan masalah dan menseleksi solusi.
design thinking.
design thinking
emphatize,
.
Dilanjutkan membuat prototype sampai test atau pengujian prototype. Semua ini dilakukan secara sistematis dan non-linear untuk selalu memvalidasi ide demi menghasilkan solusi berbasis yang berdampak dan tepat sasaran.
prototype
test
navigate to these guys
prototype
Hanya saja, semua prosedur pemecahan masalah dalam design thinking dilakukan dengan berfokus pada pelanggan. Dengan kata lain, design thinking adalah metode ilmiah yang diperluas untuk mencakup observasi terhadap perilaku pelanggan, termasuk emosi di balik perilaku mereka. Data itulah yang pada akhirnya digunakan untuk menciptakan solusi bagi masalah bisnis yang kompleks.
design thinking
design thinking
Metode Ilmiah Berbasis Manusia
Metode Ilmiah Berbasis Manusia
design thinking
design thinking
Jika metode ilmiah unggul dalam memahami data objektif dan kuantitatif, design thinking menawarkan cara untuk mengumpulkan dan memahami data subjektif dan kualitatif, seperti keinginan, kebutuhan, serta pengalaman pribadi pelanggan.
design thinking
Jenis data ini sangat membantu pada tahap awal proyek inovasi ketika mungkin banyak yang tidak perusahaan ketahui, bahkan masalah apa yang ingin kita selesaikan. Pada tahap awal inilah hipotesis dibentuk dari data dan wawasan pelanggan yang dikumpulkan dengan berempati.
Alih-alih hanya berbasis pada teori dan teori, hipotesis dalam design thinking diperoleh melalui riset untuk memahami kebutuhan pelanggan. Entah melalui wawancara langsung, atau mengamati interaksi mereka dengan produk. Melalui proses ini, tim dapat berempati dengan pelanggan dan tentunya memahami mereka sebagai manusia, bukan data semata.
design thinking
Innovesia percaya, inovasi tidak berasal dari teknologi, produk atau fitur, tetapi dari kebutuhan manusia, pola pikir, dan empati. Anggaplah seperti ini, jika inovasi hanya didasarkan pada metode ilmiah dan bukan design thinking, perusahaan hanya berupaya memproduksi produk terbaik dengan parameter yang diciptakan sendiri tanpa ada validasi bahwa pelanggan benar-benar membutuhkan fitur atau produk baru itu.
design thinking,
Dengan kata lain, parameter ini didasarkan pada asumsi perusahaan mengenai apa yang mungkin akan disukai atau dibutuhkan pelanggan. Walau perusahaan telah melalui riset, data yang dikumpulkan umumnya terbatas, misalnya mengenai tren masa lalu. Tetap saja, tanpa verifikasi maka tak ada yang bisa menjamin asumsi itu benar atau dalam kasus ini, tren masa lalu itu akan kembali disukai pelanggan.
Atas dasar itu, karena design thinking bekerja atau melibatkan pelanggan aktual dan tidak dibatasi oleh asumsi, maka hipotesis yang dirumuskan tentu akan lebih bermakna dan akurat. Setelah memiliki kumpulan kecil hipotesis yang divalidasi berdasarkan pemahaman induktif tentang pelanggan, kita selanjutnya siap untuk memecahkan masalah bisnis.
design thinking
Tiga tahap design thinking selanjutnya berlaku sebagai eksperimen, dimana dapat menguji konsep mana yang paling sesuai dengan parameter yang ditetapkan. Jika sukses, maka kita berhasil menciptakan produk yang kebutuhan pelanggan dan meningkatkan penjualan. Namun jika yang terjadi malah sebaliknya, fase pengujian akan dengan cepat menyoroti setiap kekurangan desain yang perlu ditangani.
design thinking
Artinya, kita perlu kembali meninjau tahap empati atau menjalankan beberapa sesi pembuatan ide lagi sebelum membuat prototipe yang berhasil. Mengulangi proses design thinking bisa meningkatkan pemahaman tentang produk dan penggunanya sedalam mungkin.
design thinking