Mode Design Thinking Untuk inovasi

“Berpikir seperti seorang perancang dapat mengubah cara Anda mengembangkan produk, layanan, proses – bahkan strategi” Tim Brown, CEO dan Presiden IDEO – Perusahaan Inovasi & Desain

“Berpikir seperti seorang perancang dapat mengubah cara Anda mengembangkan produk, layanan, proses – bahkan strategi” Tim Brown, CEO dan Presiden IDEO – Perusahaan Inovasi & Desain

“Berpikir seperti seorang perancang dapat mengubah cara Anda mengembangkan produk, layanan, proses – bahkan strategi” Tim Brown, CEO dan Presiden IDEO – Perusahaan Inovasi & Desain

Di sebuah pasar yang terletak di daerah perumahan Kebayoran – Jakarta Selatan, ada tiga orang, yaitu Dina, Yurry, dan Boy, secara bersamaan mengamati dan mewawancarai seorang responden. Responden tersebut adalah seorang pedagang di lantai bawah, yang sudah lebih dari 10 tahun berdagang di sana. Namun dalam setahun terakhir, situasi pasar berubah menjadi semacam mal tanpa AC yang dicintai oleh para pemuda. Di lantai 3 pasar, para pemuda mengubah kios-kios pasar menjadi seperti kafe yang menawarkan berbagai makanan dan minuman yang sedang tren di kalangan mereka.

Pedagang tersebut menceritakan kepada mereka bahwa sejak pasar ramai oleh para pemuda, permintaan akan barang dagangan rumah tangga miliknya meningkat. Para pemuda yang membuka kafe di lantai 3 membeli persediaan dan bahan dari para pedagang di lantai bawah, untuk para juru masak kafe mereka. Hal ini tentunya menguntungkan kedua belah pihak.

Namun pedagang juga merasa tertekan. Karena pasar semakin ramai dan banyak calon pedagang yang tertarik dengan kios kosong di lantai 3, harga sewa atau pembelian kios meningkat secara dramatis. Bahkan kenaikan harga juga berlaku bagi pedagang kios di lantai bawah.

Di sisi lain, penduduk sekitar merasa terganggu dengan padatnya tempat parkir para pemuda yang memarkirkan mobil di depan pagar rumah mereka, karena pasar berada di tengah area perumahan. Selain itu, para pedagang di sekitar pasar terusir karena kios mereka akan dibangun sebagai tempat parkir. Sampai akhir wawancara, terdapat beberapa kesimpulan dan gagasan untuk menerjemahkan tantangan bagaimana meremajakan hubungan sosial antara para pedagang di pasar, serta membantu meningkatkan kenyamanan lingkungan sekitarnya.

Dina, Yurry, dan Boy mengakhiri wawancara tersebut dan kembali ke diskusi di MakeDoNia Makerspace untuk merumuskan masukan dan wawasan yang didapatkan. Mereka mulai menghasilkan berbagai ide untuk lebih memahami masalah dan menemukan solusi. Dengan berbagai peralatan dan alat yang disediakan di Makedonia Makerspace, mereka mulai merekonstruksi wawasan menjadi lembaran dan catatan Post-It agar lebih terlihat dan tercatat dengan jelas. Dalam diskusi yang intens, mereka setuju untuk membuat prototipe dari ide mereka untuk menjawab tantangan yang telah dirumuskan. Cerita di atas adalah pengalaman nyata tentang Bagaimana Mitra di MakeDoNia Makerspace & Inovasi Hub menjalankan mode atau siklus Design Thinking.

Mode dalam Design Thinking

Mode dalam Design Thinking

Dalam artikel sebelumnya, saya telah menulis 5 mode/mode dalam Design Thinking yang saya pelajari dari d.school Bootleg Bootcamp, yaitu:

Define (Medefinisikan)

Ideate (Berpikir Kreatif)

Prototype (Membuat Prototipe)

Testing (Menguji)

</ol>

Mari kita bahas lebih lanjut mengenai mode kelima.

1. Empathize (Berempati)

Berempati adalah dasar dari Design Thinking. Sebagai seorang Pemikir Desain, kita harus dapat memahami semua perasaan, pikiran, keluhan, harapan, dan kebiasaan orang-orang yang akan kita buat ide dan solusi desain. Oleh karena itu, setiap indera, perasaan, dan pikiran harus difokuskan dan diarahkan kepada orang tersebut, seolah-olah kita berada di posisi mereka. Pada tahap ini, kita dapat bertanya apa saja untuk lebih memahami.

Bagaimana kita dapat berempati? Ada tiga hal yang dapat kita lakukan dengan mudah:

1) Mengamati

Mengamati perilaku dan kebiasaan orang tersebut di lingkungannya. Perhatikan bagaimana dia berinteraksi dengan sekitarnya dan bagaimana dia menggunakan barang atau layanan yang tersedia untuknya. Kita cukup memperhatikannya tanpa harus berinteraksi langsung, kita dapat merekamnya dengan kamera.

2) Terlibat

Di sini kita dapat berinteraksi dengan bertanya atau mewawancarai orang tersebut. Sebelumnya, kita telah menyiapkan serangkaian pertanyaan dengan rasa ingin tahu yang tinggi untuk menanyakan apa yang dilakukan oleh orang tersebut dan apa yang dia inginkan. Kuncinya adalah bertanya secara mendalam, “”Mengapa? Mengapa mengapa?””

3) Terbenam; di sini kita melihat konteks dan lingkungan sekitar tempat orang tersebut tinggal atau bekerja, dan bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungan mereka. Biasanya kita pergi ke tempat kerjanya, rumahnya, atau tempat dia melakukan sesuatu. Seperti studi etnografi, Imersi juga melakukan hal yang sama. Pergi langsung ke konteks lingkungan membuat kita memahami mengapa dia berperilaku seperti yang dilakukannya.

2. Define (Medefinisikan)

Hasil dari mode berempati menjadi materi bagi kita untuk mendefinisikan temuan-temuan dari pengamatan, keterlibatan, dan imersi lapangan. Pada mode ini, kita memperhatikan setiap detail dari data dan informasi yang kita temukan. Kemudian kita fokus lagi pada wawasan, kebutuhan, dan ruang tantangan yang dihadapi oleh orang tersebut. Hasil dari mode ini berupa pernyataan masalah atau formulasi dari masalah dan tantangan yang dihadapi oleh orang tersebut, serta ruang lingkup dari desain ruang inovasi yang akan kita lakukan. Pada tahap “”Define””, kita merumuskan pernyataan masalah sebagai fokus dari masalah yang dihadapi oleh orang tersebut, dari sudut pandang kita.

3. Ideate (Berpikir Kreatif)

Jika pernyataan masalah telah diformulasikan dengan baik dan fokus, maka langkah selanjutnya adalah menghasilkan berbagai ide untuk mengatasi tantangan dan memenuhi kebutuhan orang tersebut. Pada mode ini, kita dapat berpikir secara kreatif dengan sebebas mungkin. Tentu saja, ide-ide kreatif yang kita pikirkan harus selaras dengan pernyataan masalah pada mode “”Define”” sebelumnya. Selain itu, penting juga untuk bisa menghasilkan ide-ide yang unik dan orisinal.

4. Prototype (Membuat Prototipe)

Selanjutnya, setelah berbagai ide telah dipikirkan dan dicatat dengan baik, saatnya menerjemahkan ide-ide tersebut ke dalam bentuk fisik atau visualisasi yang lebih jelas. Inilah saatnya kita membuat prototipe atau perancangan awal. Pada mode ini, kita fokus pada ide-ide yang paling mungkin dan terbaik untuk dibuat prototipe. Prototipe dapat berbentuk apa saja, mulai dari hal-hal sederhana seperti gambar pada selembar kertas, sketsa bangunan arsitektur, hingga prototipe yang lebih canggih seperti program atau aplikasi komputer. Jadi, prototipe tidak harus sempurna atau benar secara langsung. Yang penting, prototipe dapat menggambarkan ide yang kita inginkan dan membuat semua orang dapat berinteraksi dengan ide kita.

5. Testing (Menguji)

Persiapkan prototipe kita dan lakukan serangkaian pengujian terhadap pengguna target yang telah kita kunjungi atau wawancarai sebelumnya. Cobalah melihat bagaimana orang berinteraksi dengan prototipe kita. Perhatikan secara seksama apakah fitur-fitur yang telah kita desain, diterima dengan baik oleh orang tersebut. Atau apakah ada hal-hal yang sesuai atau tidak sesuai dengan harapan kita ketika orang tersebut menggunakan prototipe kita. Di sini kita mencatat apa saja poin-poin untuk meningkatkan prototipe kita agar bisa lebih baik.

“Gagal lebih awal untuk berhasil lebih cepat” – IDEO

“Gagal lebih awal untuk berhasil lebih cepat” – IDEO

“Gagal lebih awal untuk berhasil lebih cepat” – IDEO

Setelah kita mengenal kelima mode dalam Design Thinking, kita dapat melihat keindahan mode-mode tersebut dan pola pikir yang lebih inovatif. Ketika kita menghasilkan ide-ide dalam bentuk visualisasi, kita dapat berinteraksi dengan pengguna target atau anggota kelompok kita. Dan tidak masalah jika prototipe awal yang telah kita bangun tidak sesuai dengan harapan pengguna potensial. Karena kita masih memiliki ruang untuk memperbaikinya dalam iterasi sehingga menjadi solusi atau produk yang siap diluncurkan kepada pengguna potensial.

Design Thinking memberikan ruang bagi kita untuk gagal. Dengan belajar dari kegagalan, kita harus memahami mengapa kita gagal dan mengapa kita harus memperbaikinya. Istilah yang sering digunakan oleh Desain Thinker untuk hal ini adalah “”Gagal lebih awal, dengan biaya rendah, untuk berhasil lebih cepat”” – dikutip dari IDEO. Justru dengan berbagai kegagalan ide, prototipe, pengujian, dan sebagainya, ide inovatif kita menjadi siap ketika diluncurkan.

Dalam menerapkan Design Thinking, penting untuk memperhatikan setiap mode secara menyeluruh dan melibatkan pengguna atau orang yang terkait dalam setiap tahapan. Menggunakan pendekatan ini akan membantu kita memahami kebutuhan pengguna dengan lebih baik, memperoleh wawasan yang mendalam, dan menghasilkan solusi yang lebih inovatif dan efektif.

Design Thinking bukanlah pendekatan linier atau terbatas pada dunia desain semata. Ia dapat diterapkan dalam berbagai konteks dan bidang, seperti bisnis, pendidikan, kesehatan, teknologi, dan banyak lagi. Dengan mengadopsi pola pikir Desain Thinking, kita dapat memperluas cara berpikir kita, mengembangkan ide-ide kreatif, dan menciptakan solusi yang lebih relevan dan berdampak positif.

Dalam implementasi Design Thinking, fleksibilitas dan kolaborasi menjadi kunci. Memiliki tim yang beragam, dengan latar belakang dan perspektif yang berbeda, dapat membantu memperkaya ide dan pemahaman kita. Selain itu, terus terbuka terhadap umpan balik dari pengguna dan siap untuk melakukan perbaikan dan iterasi juga sangat penting.

have a peek at this site

Dalam keseluruhan proses Design Thinking, penting untuk mengutamakan empati, memahami perspektif orang lain, dan berfokus pada menciptakan solusi yang benar-benar memenuhi kebutuhan mereka. Dengan demikian, kita dapat menghasilkan inovasi yang berdampak positif dan membantu meningkatkan pengalaman dan kehidupan orang lain.

Design Thinking adalah pendekatan yang terus berkembang dan terbuka untuk eksperimen dan penemuan baru. Dengan menggabungkan kreativitas, empati, dan keberanian untuk berpikir di luar kotak, kita dapat menjadi pemecah masalah yang lebih baik dan menciptakan perubahan positif dalam dunia ini.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • All Post
  • Design Thinking
  • Edukasi
  • Eksklusif
  • Gaya Hidup
  • Innovation
  • Kesehatan
  • Keuangan
  • Open Innovation
  • Otomotif
  • Pemerintahan
  • Pertambangan
  • Teknologi
  • Uncategorized
  • Workshop

Investing in Innovation

Everyone can innovate, including you. We help people and organizations to innovate in the era of Industrial Revolution 4.0

building

Design Thinking

Newsletter

About Us

PT Investasi Inovasi Indonesia

innovesia.co.id

designthinking.id

Business Address:

Equity Tower, 35th Floor, SCBD Lot 9

Jl. Jendral Sudirman, Kav 52-53, Jakarta 12910

P: +62 21 2939 8903