{"id":811,"date":"2023-04-19T18:55:00","date_gmt":"2023-04-19T11:55:00","guid":{"rendered":"https:\/\/designthinking.id\/?p=811"},"modified":"2023-10-18T08:58:07","modified_gmt":"2023-10-18T01:58:07","slug":"keuntungan-menguji-prototype-bagi-keberhasilan-inovasi","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/designthinking.id\/edukasi\/keuntungan-menguji-prototype-bagi-keberhasilan-inovasi\/","title":{"rendered":"Keuntungan Menguji Prototype Bagi Keberhasilan Inovasi"},"content":{"rendered":"

prototype <\/em>
\nprototype<\/em><\/p>\n

Prototype\u00a0<\/em>dapat dalam bentuk apapun, dari hal-hal sederhana seperti gambar pada selembar kertas, atau arsitek bangunan bergaya sketsa, atau\u00a0prototype<\/em>\u00a0yang lebih maju dari program atau aplikasi komputer.\u00a0<\/p>\n

Prototype\u00a0<\/em>
\nprototype<\/em><\/p>\n

Prototype<\/em> sering digunakan dalam tahap pengujian akhir dalam proses design thinking<\/em> untuk menentukan bagaimana pelanggan atau konsumen berinteraksi dengan prototype<\/em>. Dengan membuat konsep menjadi nyata, kita dapat lebih memahami mekanika yang mendasarinya dan membuat penilaian berdasarkan informasi.<\/p>\n

Prototype<\/em>
\ndesign thinking<\/em>
\nprototype<\/em><\/p>\n

Tujuan dari pembuatan prototype<\/em> ini adalah untuk mengubah ide menjadi sesuatu yang\u00a0real\u00a0<\/em>yang dapat diuji pada pelanggan. Jadi, hal penting dari prototype<\/em> adalah dapat menggambarkan ide yang ingin diwujudkan dan membuat semua orang dapat berinteraksi dengan ide tersebut. Kemudian, uji ke target pelanggan untuk mendapatkan wawasan, ulangi dan berikan cerita kepada target pelanggan untuk menciptakan dampak yang lebih tahan lama.\u00a0<\/p>\n

prototype<\/em>
\nreal\u00a0<\/em>
\nprototype<\/em><\/p>\n

Mengingat design thinking <\/em>adalah <\/em>memusatkan pemecahan masalah pada pelanggan atau human-centric, <\/em>akan sangat sia-sia apabila pengembang menghasilkan produk jadi tanpa menciptakan dan menguji prototype <\/em>terlebih dahulu karena produk atau layanan yang dihasilkan kemungkinan besar kurang atau bahkan gagal memenuhi kebutuhan pelanggan. Hal ini tentu akan membuat biaya produksi menjadi sia-sia, dan mengharuskan perusahaan mengembangkan solusi atas masalah yang sama secara berulang.<\/p>\n

design thinking <\/em>
\n <\/em>
\nhuman-centric, <\/em>
\nprototype <\/em><\/p>\n

Setelah membuat\u00a0prototype,<\/em>\u00a0ini saatnya untuk menempatkan prototipe di depan pelanggan sesungguhnya dan melihat bagaimana mereka bereaksi dan berinteraksi dengan prototipe tersebut. Amati bagaimana orang berinteraksi dengan purwarupa tersebut.\u00a0<\/p>\n

prototype,<\/em><\/p>\n

Perhatikan baik-baik, apakah fitur yang telah didesain diterima dengan baik atau tidak atau apakah ada hal-hal yang sesuai dan tidak sesuai dengan harapan ketika orang menggunakan purwarupa tersebut. Di sini kita harus mencatat apa saja poin untuk meningkatkan fitur purwarupa sehingga bisa lebih baik.<\/p>\n

anchor<\/a><\/p>\n

Proses ini akan membantu pengembang mengungkapkan solusi baru untuk masalah, atau untuk mengetahui apakah solusi yang diimplementasikan berhasil atau tidak. Singkatnya, pembuatan prototype<\/em> bertujuan\u00a0 untuk mengubah ide menjadi sesuatu yang real <\/em>yang dapat diuji pada pelanggan.\u00a0<\/p>\n

prototype<\/em>
\nreal <\/em><\/p>\n

Hasil yang dihasilkan dari pengujian prototype <\/em>kemudian digunakan untuk mendefinisikan kembali satu atau lebih masalah yang ditetapkan pada fase awal proyek.<\/p>\n

prototype <\/em><\/p>\n

Pedoman Prototype<\/em><\/strong> Ala Innovesia<\/strong><\/p>\n

Pedoman Prototype<\/em><\/strong>
\nPrototype<\/em>
\nAla Innovesia<\/strong><\/p>\n

Meski design thinking <\/em>merupakan proses non-linear, bukan berarti kita boleh melakukannya dengan asal. Penting untuk diingat bahwa prototype <\/em>seharusnya menjadi proses evaluasi yang cepat dan mudah. Berikut beberapa panduan yang akan membantu kita dalam tahap prototype:<\/em><\/p>\n

design thinking <\/em>
\nprototype <\/em>
\nprototype:<\/em><\/p>\n

1. Mempertimbangkan pelanggan<\/strong><\/p>\n

1. Mempertimbangkan pelanggan<\/strong><\/p>\n

Karena fokus design thinking <\/em>adalah pelanggan, penting untuk melibatkan pelanggan ketika menguji prototype. <\/em>Selama itu, coba amati apakah interaksi pelanggan dengan produk atau kepuasan mereka sesuai dengan harapan yang kita miliki atau tidak. Jika tidak, maka belajarlah dari kesenjangan antara harapan dan kenyataan itu untuk meningkatkan ide kita.<\/p>\n

design thinking <\/em>
\nprototype. <\/em><\/p>\n

2. Mulailah membangun<\/strong> prototype<\/strong><\/em><\/p>\n

2. Mulailah membangun<\/strong>
\nprototype<\/strong><\/em>
\nprototype<\/strong><\/p>\n

Ketika menjalankan proses design thinking, <\/em>kita mungkin akan berlarut-larut pada tahap Inspiration <\/em>dan Ideation<\/em> yang menuntut pengembang untuk menghasilkan ide atau solusi dari masalah yang hendak diselesaikan. Pada tahap ini, kita mungkin akan meragukan sejumlah ide yang telah dikantongi.\u00a0<\/p>\n

design thinking, <\/em>
\nInspiration <\/em>
\nIdeation<\/em><\/p>\n

Walau proses ini bagus untuk memvalidasi ide kita, berlarut-larut bisa membuat kita menjadi stuck<\/em>, sebaiknya pilih beberapa ide potensial untuk dikembangkan menjadi prototype.<\/em> Membuat prototype<\/em> akan membantu kita memikirkan ide kita secara konkret, dan berpotensi memungkinkan kita mendapatkan wawasan tentang cara meningkatkan ide Anda.<\/p>\n

stuck<\/em>
\nprototype.<\/em>
\nprototype<\/em><\/p>\n

3. Buat prototype <\/em>dalam waktu singkat<\/strong><\/p>\n

3. Buat prototype <\/em>dalam waktu singkat<\/strong>
\nprototype <\/em><\/p>\n

    \n
  1. <\/li>\n<\/ol>\n
  2. <\/li>\n

    Menghabiskan banyak waktu untuk membangun prototype <\/em>bisa memicu kita untuk semakin terikat secara emosional dengan ide yang kita miliki. Hal ini akan menghambat kemampuan kita untuk menilai manfaatnya secara objektif. Sebaiknya, cobalah untuk berpegang teguh pada masalah yang ingin kita selesaikan melalui pengujian tanpa sepenuhnya melupakan aspek lain yang dapat dipelajari.<\/p>\n

    prototype <\/em><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

    prototype prototype Prototype\u00a0dapat dalam bentuk apapun, dari hal-hal sederhana seperti gambar pada selembar kertas, atau arsitek bangunan bergaya sketsa, atau\u00a0prototype\u00a0yang lebih maju dari program atau aplikasi komputer.\u00a0 Prototype\u00a0 prototype Prototype sering digunakan dalam tahap pengujian akhir dalam proses design thinking untuk menentukan bagaimana pelanggan atau konsumen berinteraksi dengan prototype. Dengan membuat konsep menjadi nyata, kita […]<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":813,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":[],"categories":[143],"tags":[16,31,18,20],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/811"}],"collection":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=811"}],"version-history":[{"count":5,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/811\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":2208,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/811\/revisions\/2208"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/media\/813"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=811"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=811"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=811"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}