{"id":807,"date":"2023-04-06T18:40:57","date_gmt":"2023-04-06T11:40:57","guid":{"rendered":"https:\/\/designthinking.id\/?p=807"},"modified":"2023-10-18T09:06:13","modified_gmt":"2023-10-18T02:06:13","slug":"berempati-terhadap-kebutuhan-pelanggan-dengan-prototype","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/designthinking.id\/edukasi\/berempati-terhadap-kebutuhan-pelanggan-dengan-prototype\/","title":{"rendered":"Berempati Terhadap Kebutuhan Pelanggan dengan Prototype"},"content":{"rendered":"

Meski prototype <\/em>umumnya digunakan untuk mengevaluasi ide-ide yang dihasilkan selama proses design thinking, prototype <\/em>juga dapat digunakan untuk mengembangkan empati terhadap pelanggan Anda, sekalipun Anda tidak memiliki produk atau layanan untuk diuji.\u00a0\u00a0<\/p>\n

prototype <\/em>
\ndesign thinking, prototype <\/em>
\nlearn the facts here now<\/a><\/p>\n

Dengan cara yang sama prototype<\/em> membantu perusahaan untuk mendapatkan pemahaman tentang konsep produk yang tengah mereka kembangkan, prototype <\/em>empati yang juga disebut \u201cempati aktif\u201d, dapat membantu Anda meraih pemahaman tentang ruang desain dan pola pikir pelanggan mengenai masalah tertentu.\u00a0<\/p>\n

prototype<\/em>
\nprototype <\/em><\/p>\n

Melalui prototype, <\/em>Anda tidak hanya bertindak sebagai pengamat, tapi juga menciptakan kondisi untuk mengungkap informasi baru yang berbeda dari sekadar wawancara dan observasi. Menggunakan prototype <\/em>juga bisa menjadi cara yang bagus untuk melakukan percakapan dengan pelanggan.<\/p>\n

prototype, <\/em>
\nprototype <\/em><\/p>\n

Menurut modul design thinking <\/em>oleh d.school, prototype <\/em>empati paling baik digunakan ketika Anda ingin menggali lebih dalam ke area tertentu atau menyelidiki wawasan yang sedang dikembangkan oleh tim Anda.\u00a0<\/p>\n

design thinking <\/em>
\nprototype <\/em><\/p>\n

User-Driven Prototype<\/em><\/strong><\/p>\n

User-Driven Prototype<\/em><\/strong>
\nUser-Driven Prototype<\/em><\/p>\n

Salah satu cara untuk membangun empati aktif adalah melalui prototype <\/em>berbasis pengguna atau user-driven prototype. <\/em>Jika umumnya Anda membiarkan pengguna mencoba prototype <\/em>yang Anda kembangkan untuk mendapatkan wawasan, user-driven prototype<\/em> bertujuan untuk mendapatkan pemahaman dengan membiarkan pengguna membuat atau merancang sesuatu.<\/p>\n

prototype <\/em>
\nuser-driven prototype. <\/em>
\nprototype <\/em>
\nuser-driven prototype<\/em><\/p>\n

Pendekatan untuk membuat user-driven prototype <\/em>adalah menyiapkan format bagi pengguna Anda untuk membuat sesuatu. Misalnya dapat berupa memberikan selembar kertas kosong kepada pelanggan dan memintanya untuk menggambar fitu, produk atau layanan yang seharusnya, seperti meminta mereka menggambarkan alur berobat ke dokter yang seharusnya, menyusun sesuatu seperti tata letak situs web yang nyaman bagi mereka, hingga membuat permainan kartu sederhana yang memaksa pengguna untuk membuat pilihan terkait dengan tantangan desain Anda.<\/p>\n

user-driven prototype <\/em><\/p>\n

Ketika Anda meminta pelanggan untuk membuat aspek desain mereka sendiri, Anda tengah berupaya untuk mengungkap asumsi dan keinginan yang berbeda dan tentunya lebih dalam, dari yang dihasilkan ketika sekedar meminta pelanggan mengevaluasi prototype <\/em>yang sudah ada.\u00a0<\/p>\n

prototype <\/em><\/p>\n

Atas dasar itu, d.school menjelaskan user-driven prototype <\/em>bukan bertujuan untuk mengambil apa yang mereka buat dan mengintegrasikannya ke dalam desain Anda, melainkan untuk memahami pemikiran mereka dan mungkin mengungkapkan kebutuhan dan fitur yang mungkin sebelumnya tidak terpikirkan oleh Anda.<\/p>\n

user-driven prototype <\/em><\/p>\n

Berikut 6 panduan membuat prototype <\/em>empati seperti yang dirangkum dari modul d.school:<\/p>\n

prototype <\/em><\/p>\n

    \n
  1. Hal pertama yang harus dilakukan adalah pikirkan dan tentukan tentang aspek yang ingin Anda pelajari lebih lanjut, lalu diskusikan cara Anda dapat menyelidiki subjek itu.<\/li>\n
  2. Rumuskan prototype <\/em>yang akan mengevaluasi aspek yang hendak dipelajari secara efektif. Misalnya, jika Anda ingin mengetahui pola pikir pengguna terhadap membaca, Anda dapat meminta pengguna untuk menggambar pendapat mereka tentang membaca.<\/li>\n
  3. Setelah selesai, Anda bisa bertanya kepada mereka tentang apa yang mereka gambar dan cobalah untuk memahami cara berpikir mereka.<\/li>\n
  4. Pertimbangkan untuk menjalankan beberapa pengujian prototype <\/em>sekaligus yang memungkinkan Anda menguji berbagai asumsi dan ide dengan cepat.<\/li>\n
  5. Menangkap semua umpan balik atau feedback <\/em>yang relevan dari orang-orang yang Anda rancang atau dalam hal ini adalah pelanggan Anda. Umpan balik pada tahap ini bisa mencakup apa yang pelanggan suka, atau fitur yang mereka ingini.<\/li>\n
  6. Lanjutkan iterasi dengan terus belajar, beradaptasi, membuat prototype <\/em>baru, dan mengujinya.<\/li>\n<\/ol>\n
  7. Hal pertama yang harus dilakukan adalah pikirkan dan tentukan tentang aspek yang ingin Anda pelajari lebih lanjut, lalu diskusikan cara Anda dapat menyelidiki subjek itu.<\/li>\n
  8. Rumuskan prototype <\/em>yang akan mengevaluasi aspek yang hendak dipelajari secara efektif. Misalnya, jika Anda ingin mengetahui pola pikir pengguna terhadap membaca, Anda dapat meminta pengguna untuk menggambar pendapat mereka tentang membaca.<\/li>\n

    prototype <\/em><\/p>\n

  9. Setelah selesai, Anda bisa bertanya kepada mereka tentang apa yang mereka gambar dan cobalah untuk memahami cara berpikir mereka.<\/li>\n
  10. Pertimbangkan untuk menjalankan beberapa pengujian prototype <\/em>sekaligus yang memungkinkan Anda menguji berbagai asumsi dan ide dengan cepat.<\/li>\n

    prototype <\/em><\/p>\n

  11. Menangkap semua umpan balik atau feedback <\/em>yang relevan dari orang-orang yang Anda rancang atau dalam hal ini adalah pelanggan Anda. Umpan balik pada tahap ini bisa mencakup apa yang pelanggan suka, atau fitur yang mereka ingini.<\/li>\n

    feedback <\/em><\/p>\n

  12. Lanjutkan iterasi dengan terus belajar, beradaptasi, membuat prototype <\/em>baru, dan mengujinya.<\/li>\n

    prototype <\/em><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

    Meski prototype umumnya digunakan untuk mengevaluasi ide-ide yang dihasilkan selama proses design thinking, prototype juga dapat digunakan untuk mengembangkan empati terhadap pelanggan Anda, sekalipun Anda tidak memiliki produk atau layanan untuk diuji.\u00a0\u00a0 prototype design thinking, prototype learn the facts here now Dengan cara yang sama prototype membantu perusahaan untuk mendapatkan pemahaman tentang konsep produk yang […]<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":629,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":[],"categories":[143],"tags":[16,31,18,42],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/807"}],"collection":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=807"}],"version-history":[{"count":4,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/807\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":2215,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/807\/revisions\/2215"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/media\/629"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=807"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=807"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=807"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}