{"id":801,"date":"2023-04-05T18:13:05","date_gmt":"2023-04-05T11:13:05","guid":{"rendered":"https:\/\/designthinking.id\/?p=801"},"modified":"2023-10-18T09:06:14","modified_gmt":"2023-10-18T02:06:14","slug":"tiga-pertanyaan-yang-harus-dijawab-sebelum-mulai-berinovasi","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/designthinking.id\/edukasi\/tiga-pertanyaan-yang-harus-dijawab-sebelum-mulai-berinovasi\/","title":{"rendered":"Tiga Pertanyaan yang Harus Dijawab Sebelum Mulai Berinovasi"},"content":{"rendered":"

Sama halnya dengan memulai bisnis, menentukan inovasi apa yang harus kita lakukan juga merupakan perkara besar. Memunculkan ide inovasi yang bernilai adalah langkah awal dalam mencapai keunggulan kompetitif.\u00a0<\/p>\n

Perlu diingat, Ide inovasi tidak cukup hanya sekedar menarik, baru atau unik, tapi\u00a0 juga harus memenuhi kebutuhan pasar. Inilah yang membedakan inovasi dan kreativitas.<\/p>\n

Kreativitas dalam bisnis mengarah pada penumbuhan ide-ide unik dan kebaruan. Kedua komponen ini memang merupakan komponen kunci dari inovasi. Sedangkan inovasi tak hanya sekedar menghasilkan kebaruan tapi juga harus berguna.<\/p>\n

Artinya, tidak semua ide kreatif selalu mengarah pada inovasi karena tidak selalu menghasilkan solusi yang layak atau dapat memecahkan masalah, baik yang dihadapi pelanggan atau bisnis itu sendiri.<\/p>\n

Inovasi tidak harus berupa terobosan besar dalam teknologi atau menghasilkan model bisnis baru, tetapi bisa sesederhana peningkatan layanan perusahaan atau menambahkan fitur baru ke produk yang sudah ada. Tujuannya, agar produk atau layanan yang dibuat lebih memenuhi kebutuhan pelanggan yang senantiasa berkembang seiring zaman.<\/p>\n

Lantas, bagaimana cara menemukan ide inovasi yang tak hanya unik tapi juga memenuhi kebutuhan pasar? Untuk menjawab ini, ada baiknya bagi kita untuk melakukan brainstorming.\u00a0<\/em><\/p>\n

brainstorming.\u00a0<\/em>
\nBrainstorming <\/em><\/p>\n

Ketika melakukan brainstorming, <\/em>ingatlah bahwa tidak ada ide yang buruk. Sebaiknya, tetap buka kesempatan seluas mungkin hingga semua yang terlibat selama proses brainstorming <\/em>bisa merasa bebas dalam melontarkan ide asal tetap berkaitan dengan masalah atau topik yang dibahas.<\/p>\n

brainstorming, <\/em>
\nbrainstorming <\/em><\/p>\n

Cobalah untuk mengembangkan gagasan satu sama lain untuk mencapai wawasan baru. Hal ini memungkinkan memantik ide baru dan menyempurnakan ide yang telah ditampung selama brainstorming <\/em>berjalan.<\/p>\n

brainstorming <\/em><\/p>\n

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang bisa kita lontarkan selama proses brainstorming <\/em>\u00a0untuk menghasilkan ide inovasi yang sukses:<\/p>\n

brainstorming <\/em><\/p>\n

1.<\/strong> Apakah ada solusi yang lebih mudah?<\/strong><\/p>\n

1.<\/strong>
\nApakah ada solusi yang lebih mudah?<\/strong><\/p>\n

Mengingat bisnis yang sukses adalah mereka yang mampu memenuhi kebutuhan pelanggan, menciptakan produk atau layanan yang bisa mempermudah hidup seseorang bisa menjadi jalan menuju kesuksesan.\u00a0<\/p>\n

Tengoklah bagaimana marketplace <\/em>seperti Amazon bisa menjadi perusahaan ritel paling sukses berkat inovasi model bisnis yang dihadirkannya. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, Jeff Bezos berhasil menjadi raksasa ritel setelah mempermudah aktivitas berbelanja masyarakat.<\/p>\n

marketplace <\/em><\/p>\n

Atas dasar itu, salah satu cara untuk memulai brainstorming<\/em> ide inovasi adalah dengan bertanya \u2018tugas apa yang bisa saya permudah?\u2019. Untuk mempermudah tahap ini, cobalah untuk memahami teori pekerjaan yang harus diselesaikan.<\/p>\n

brainstorming<\/em><\/p>\n

Dikembangkan oleh Profesor di Harvard Business School, Clayton Christensen, jobs be done <\/em>teori memberikan pemahaman bahwa orang atau konsumen membeli berbagai produk atau layanan untuk melakukan apa yang Christensen sebut sebagai pekerjaan yang perlu konsumen selesaikan.<\/p>\n

jobs be done <\/em><\/p>\n

Teori ini berguna untuk memahami motivasi pelanggan dan mengapa beberapa produk berhasil sementara yang lain gagal. Dengan mengidentifikasi dan memahami pekerjaan yang coba dilakukan pelanggan, kita akan mampu mengembangkan produk yang bisa menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna. Hal ini tentu akan meningkatkan potensi keberhasilan inovasi.<\/p>\n

2. Bisakah membuat solusi yang lebih mudah diakses?<\/strong><\/p>\n

2. Bisakah membuat solusi yang lebih mudah diakses?<\/strong><\/p>\n

Ingatlah bahwa inovasi kerap berkembang dari ide-ide sederhana. Karenanya, inovasi tak melulu soal menciptakan produk atau layanan baru.\u00a0<\/p>\n

blog<\/a><\/p>\n

Memperbarui produk atau mempermudah akses ke suatu produk yang telah dikenal luas juga menjadi ide inovasi yang tak kalah berharga. Apalagi, ada banyak produk dan layanan bermanfaat yang hanya tersedia pada lokasi tertentu sehingga menimbulkan kesenjangan akses. Oleh karena itu, menawarkan produk serupa dengan akses yang lebih mudah juga termasuk inovasi.<\/p>\n

Pendirian Airbnb membuktikan menjawab pertanyaan kedua ini bisa berbuah manis. Saat Brian Chesky dan Joe Gebbia menciptakan Airbnb, industri akomodasi bukanlah hal baru. Telah banyak hotel atau penginapan yang lebih kecil hadir dan saling bersaing. Tapi, keduanya mendapati bahwa sangat sulit untuk menemukan penginapan selama acara-acara lokal berskala besar.<\/p>\n

Mengenali peluang inovasi, Chesky dan Gebbia lantas menyusun solusi untuk memenuhi kebutuhan penginapan jangka pendek yang mudah diakses. Alhasil, mereka memutuskan membuat website untuk menyewakan tiga tempat tidur di apartemen mereka bagi orang-orang yang datang ke San Francisco untuk menghadiri konferensi desain. Dibanderol dengan harga sekitar Rp1 juta per kamar yang termasuk murah, ketiga kamar itu langsung diminati.<\/p>\n

Dari sana, Chesky dan Gebbia menambahkan Nathan Blecharczyk yang ditugaskan membangun platform untuk menghubungkan orang-orang yang memiliki kamar cadangan dengan para pelancong yang membutuhkan tempat menginap. Siapa sangka ide sederhana tersebut kini telah berkembang menjadi startup dengan valuasi USD31 miliar atau sekitar Rp 413 triliun.<\/p>\n

Mengingat ada banyak sekali industri dan perusahaan yang penawarannya tidak dapat diakses oleh segmen pasar tertentu atau selama periode tertentu, cobalah untuk\u00a0 mempertimbangkan bagaimana kita dapat memenuhi kebutuhan konsumen yang terabaikan tersebut.<\/p>\n

3. Apa yang dapat ditingkatkan?<\/strong><\/p>\n

3. Apa yang dapat ditingkatkan?<\/strong><\/p>\n

Cara lain untuk memunculkan ide inovasi yang potensial adalah dengan memperhatikan penawaran produk yang sukses di sekitar, kemudian coba pikirkan cara untuk menjadikan produk tersebut lebih baik.<\/p>\n

Karena inovasi lebih mengutamakan kegunaan daripada kebaruan, jika kita dapat mengidentifikasi cara yang lebih nyaman untuk memberikan layanan yang ada, ini juga bisa menjadi peluang bagi bisnis kita.\u00a0<\/p>\n

Cobalah memikirkan perusahaan yang dikagumi dan bayangkan bagaimana kita dapat meningkatkan produk mereka. Apakah dengan membawanya ke lokasi atau pasar baru, atau dengan menambahkan fitur baru pada produk tersebut dengan harapan bisa lebih memuaskan pelanggan, atau hanya dengan menciptakan produk serupa dengan harga yang lebih murah.<\/p>\n

Tak bisa dipungkiri, pengurangan biaya memang merupakan salah satu perbaikan yang dapat memberikan dampak signifikan. Menentukan cara membuat kualitas yang setara dengan produk terkemuka dan menawarkannya dengan harga yang lebih murah memiliki potensi besar. Inilah yang terjadi di industri smartphone<\/em>, dengan banyak produsen yang berupaya mengadopsi fitur terbaru iPhone pada produk mereka dan menawarkannya dengan harga yang jauh lebih murah.<\/p>\n

smartphone<\/em><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Sama halnya dengan memulai bisnis, menentukan inovasi apa yang harus kita lakukan juga merupakan perkara besar. Memunculkan ide inovasi yang bernilai adalah langkah awal dalam mencapai keunggulan kompetitif.\u00a0 Perlu diingat, Ide inovasi tidak cukup hanya sekedar menarik, baru atau unik, tapi\u00a0 juga harus memenuhi kebutuhan pasar. Inilah yang membedakan inovasi dan kreativitas. Kreativitas dalam bisnis […]<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":457,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":[],"categories":[143],"tags":[24,18,19],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/801"}],"collection":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=801"}],"version-history":[{"count":5,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/801\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":2216,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/801\/revisions\/2216"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/media\/457"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=801"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=801"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=801"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}