{"id":443,"date":"2023-04-12T12:45:00","date_gmt":"2023-04-12T05:45:00","guid":{"rendered":"https:\/\/designthinking.id\/?p=443"},"modified":"2023-10-18T09:05:57","modified_gmt":"2023-10-18T02:05:57","slug":"empat-keuntungan-utama-inovasi-bagi-keberlangsungan-startup","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/designthinking.id\/edukasi\/empat-keuntungan-utama-inovasi-bagi-keberlangsungan-startup\/","title":{"rendered":"Empat Keuntungan Utama Inovasi Bagi Keberlangsungan Startup"},"content":{"rendered":"

Berbekal ide baru yang disruptif disertai semangat berbisnis yang membara, jutaan startup<\/em> terjun ke dunia bisnis setiap tahunnya. Sayangnya, ide baru baik yang sangat visioner sekalipun sering kali tak mampu menjamin keberhasilan bisnis yang dibangun.<\/p>\n

safe<\/a>
\nstartup<\/em><\/p>\n

Secara definisi, startup <\/em>adalah organisasi yang bertujuan meluncurkan model bisnis yang baru atau bahkan membuka pasar baru. Model bisnis dalam hal ini mengacu pada satu dari empat aspek, yakni produk, proses, bisnis, dan pelanggan. Startup <\/em>memang identik dengan produk atau jasa yang unik. Namun, kreativitas dalam menciptakan produk atau jasa yang amat baru atau revolusioner tidaklah cukup membawa startup <\/em>menuju kesuksesan.<\/p>\n

startup <\/em>
\nStartup <\/em>
\nstartup <\/em>
\nThe Global Startup Ecosystem Report 2022<\/em>
\n <\/em>
\nstartup <\/em>
\nstartup <\/em>
\nstartup<\/em>
\nventure capital<\/em><\/p>\n

Dari banyaknya startup <\/em>yang gagal, analisa majalah ekonomi Forbes mencatat sebanyak 95% startup<\/em> gagal di tahun pertama karena kurangnya ide baru atau inovasi. Sangat jelas bahwa inovasi memang kian krusial atau bahkan bisa dibilang sebagai jiwa startup.<\/em>\u00a0<\/p>\n

startup <\/em>
\nstartup<\/em>
\nstartup.<\/em><\/p>\n

Terlebih, percepatan digitalisasi yang diciptakan pandemi Covid-19 telah mendorong kelahiran startup <\/em>lebih cepat dari sebelumnya. Artinya, lanskap persaingan antar startup <\/em>dan potensi munculnya kompetitor kian besar. Dalam lingkungan yang serba cepat ini, sangat penting bagi para startup <\/em>\u00a0untuk terus berinovasi jika mereka ingin bertahan.<\/p>\n

startup <\/em>
\nstartup <\/em>
\nstartup <\/em><\/p>\n

Mengapa Inovasi Sangat Krusial Bagi <\/strong>Startup<\/em><\/strong><\/p>\n

Mengapa Inovasi Sangat Krusial Bagi <\/strong>
\nStartup<\/em><\/strong>
\nStartup<\/em><\/p>\n

Banyak startup <\/em>percaya bahwa kebaruan yang mereka bawa sangat menarik sehingga apa yang mereka tawarkan sudah pasti laku di pasaran. Tanpa berbicara pada target konsumen, startup <\/em>sepenuhnya mempercayakan asumsi atau penilaian mereka. Akhirnya, mereka membuat solusi untuk masalah yang tidak dimiliki siapa pun. Padahal, startup<\/em> harusnya menemukan model bisnis dengan memahami apa yang harus dibangun dan untuk siapa.<\/p>\n

startup <\/em>
\nstartup <\/em>
\nstartup<\/em>
\nstartup, <\/em>
\nstartup <\/em>
\nstartup <\/em>
\nNo User Needs\u201d. <\/em><\/p>\n

Banyak startup <\/em>merasa berhasil ketika sudah mengantongi dana dari investor. Meski mendapatkan investasi memang hal besar bagi startup, <\/em>mengumpulkan banyak uang tidak menjamin kesuksesan.<\/p>\n

startup <\/em>
\nstartup, <\/em><\/p>\n

Investor umumnya hendak diyakinkan bahwa ide suatu startup <\/em>yang didukungnya memiliki potensi dan dapat menghasilkan uang lewat ide-ide mereka yang revolusioner. Sedangkan pasar cenderung membutuhkan hasil nyata dan praktis. Jika apa yang dihasilkan tidak mampu menyelesaikan masalah konsumen, maka startup <\/em>akan lebih dulu kehilangan sumber daya mereka sebelum menjajaki tangga kesuksesan.<\/p>\n

startup <\/em>
\nstartup <\/em><\/p>\n

Keuntungan Inovasi Bagi Startup<\/em><\/strong><\/h3>\n

Keuntungan Inovasi Bagi Startup<\/em><\/strong>
\nStartup<\/em><\/p>\n

Startup<\/em> perlu melihat inovasi dari sudut yang berbeda. Alih-alih sekedar menjadi kreatif dengan produk unik, startup <\/em>harus bisa berinovasi dengan mempertimbangkan kebutuhan industri atau pasar tertentu. Goals <\/em>inilah yang coba dicapai metode berpikir design thinking <\/em>yang berpusat pada manusia.\u00a0<\/p>\n

Startup<\/em>
\nstartup <\/em>
\nGoals <\/em>
\ndesign thinking <\/em><\/p>\n

Dengan kata lain, inovasi sangat penting untuk pemecahan masalah, peningkatan produktivitas, dan selangkah lebih maju dari persaingan. Berikut empat keuntungan terbesar yang dapat diperoleh bisnis apa pun termasuk startup<\/em> dari inovasi:<\/p>\n

startup<\/em><\/p>\n

1. Memberi keunggulan kompetitif<\/strong><\/p>\n

1. Memberi keunggulan kompetitif<\/strong><\/p>\n

Inovasi adalah jawaban bagi risiko stagnasi yang dihadapi bisnis. Melalui inovasi, perusahaan memiliki peluang untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Pasalnya, inovasi mendorong perusahaan untuk melakukan atau menghasilkan sesuatu yang berbeda dan dengan design thinking, <\/em>inovasi yang dihasilkan tentu akan sesuai kebutuhan pelanggan. Tak heran, jika inovasi mampu memberi startup<\/em> keunggulan atas persaingan dan membantu mereka menjadi dan tetap menjadi pemimpin pasar.\u00a0<\/p>\n

design thinking, <\/em>
\nstartup<\/em><\/p>\n

Uber misalnya, lewat inovasi yang berfokus pada manusia, perusahaan transportasi itu berhasil mematahkan monopoli yang dimiliki taksi. Sebelumnya, waktu dan lokasi merupakan masalah besar dalam bisnis taksi. Kita harus harus berada di lokasi dekat transit taksi atau menghubungi perusahaan taksi terkait untuk melakukan penjemputan.<\/p>\n

Berusaha mengatasi masalah tersebut, Uber menawarkan aplikasi di mana penawaran dan permintaan layanan transportasi dapat dipenuhi melalui platform digital. Inovasi yang menyelesaikan masalah konsumen yang dilakukan Uber tentu membuat bisnis transportasi yang selama ini didominasi taksi terganggu.<\/p>\n

rideshare<\/em><\/p>\n

2. Membuat startup lebih efisien<\/strong><\/p>\n

2. Membuat startup lebih efisien<\/strong><\/p>\n

Inovasi mempermudah penyelesaian masalah serta tantangan besar. Perlu diingat bahwa inovasi tak hanya mengenai menciptakan produk atau layanan baru, tapi\u00a0 juga dapat diimplementasikan terkait sistem, manajemen, dan banyak lainnya.<\/p>\n

Tak ayal, ide-ide yang inovasi hasilkan mampu meningkatkan efisiensi dengan sumber daya minimum, serta mengurangi risiko lainnya. Hal ini tentu mendorong startup <\/em>ke arah perluasan yang memungkinkan mereka untuk scale up <\/em>atau meningkatkan skala bisnis dengan cepat.<\/p>\n

startup <\/em>
\nscale up <\/em><\/p>\n

3. Bersaing dengan perusahaan yang lebih besar<\/strong><\/p>\n

3. Bersaing dengan perusahaan yang lebih besar<\/strong><\/p>\n

Banyak perusahan besar yang mapan dan terkemuka dalam suatu industri cenderung bermain aman dengan hanya melakukan peningkatan produk atau layanan secara kecil-kecilan. Padahal, mereka memiliki memiliki lebih banyak sumber daya yang dapat mereka gunakan dan dapat dengan mudah menerapkan dan mengadopsi teknologi baru. Untuk bersaing dengan mereka, startup<\/em> perlu selangkah lebih maju dan mengadopsi budaya inovasi.<\/p>\n

startup<\/em><\/p>\n

Seperti Uber, Netflix juga merupakan contoh terbaik dari bagaimana suatu inovasi dapat bersaing dengan perusahaan yang lebih besar. Layanan streaming<\/em> film itu awalnya menawarkan layanan pengiriman DVD sewaan dengan hanya menargetkan pelanggan yang tidak tertarik untuk menonton film yang baru dirilis. Dengan begitu, Netflix berupaya menyelesaikan masalah konsumen dari segmen yang kurang penting dari industri film Blockbuster.\u00a0<\/p>\n

streaming<\/em><\/p>\n

Netflix kemudian mempertahankan keunggulan kompetitif dengan beralih ke layanan streaming <\/em>yang menyediakan segala jenis film dan serial, yang menarik dan menaklukkan industri Blockbuster sepenuhnya.\u00a0<\/p>\n

streaming <\/em><\/p>\n

4. Menciptakan hambatan masuk bagi pesaing<\/strong><\/p>\n

4. Menciptakan hambatan masuk bagi pesaing<\/strong><\/p>\n

Bisa dikatakan, menjadi inovator adalah cara terbaik untuk tetap berada di puncak industri. Namun, ingatlah bahwa satu ide bagus menghasilkan seribu pengikut dan bukan tidak mungkin kompetitor baru akan mampu mengalahkan pendahulunya.<\/p>\n

Tak sedikit startup<\/em> yang berhasil merebut pasar dengan meluncurkan teknologi yang benar-benar mengguncang industri tetapi justru gagal mempertahankan keunggulan mereka di kemudian hari karena mereka tidak dapat mengikuti laju inovasi atau bahkan berhenti berinovasi. Oleh karena itu, sangat ideal bagi startup<\/em> untuk terus memikirkan tingkat inovasi berikutnya untuk selalu berada satu langkah di depan para pesaing.<\/p>\n

startup<\/em>
\nstartup<\/em><\/p>\n

Menyadari pentingnya inovasi bagi bisnis, Google mendorong inovasi dari dalam perusahaan dengan menetapkan jam atau hari kerja khusus bagi karyawannya untuk memecahkan masalah dan bereksperimen tanpa harus khawatir gagal. Google juga mendirikan inkubator internal untuk memelihara dan melanjutkan ide-ide potensial. Berkat konsep ini, Google mampu menghadirkan sejumlah produk inovatif seperti Hangout, Maps, dan banyak lagi.<\/p>\n

Ketika setiap orang di startup<\/em> berfokus pada inovasi berfokus pelanggan, tidak ada orang yang dapat menghentikan kita untuk mencapai puncak industri. Pada akhirnya ini akan membuat startup lebih efisien dan memberikan keunggulan dibandingkan yang lain.<\/p>\n

startup<\/em><\/p>\n

Berhasilnya<\/strong> Bobobox dari Kegagalan sang Founder<\/em><\/strong><\/h3>\n

Berhasilnya<\/strong>
\nBobobox dari Kegagalan sang Founder<\/em><\/strong>
\nFounder<\/em><\/p>\n

\"\"
Bobobox<\/figcaption><\/figure>\n

\"\"

Bobobox<\/figcaption>

Siapa yang tak mengetahui Bobobox, startup <\/em>di bidang akomodasi yang sukses menawarkan solusi penginapan murah dan nyaman dengan belasan cabang di Pulau Jawa. Namun, siapa sangka dibalik kesuksesan Bobobox ternyata merupakan buah dari kegagalan yang pernah menghantui salah satu pendirinya, Indra Gunawan. Dalam wawancaranya bersama Antara, <\/em>Bobobox bukanlah pengalaman pertama Indra dalam ranah startup.<\/em><\/p>\n

startup <\/em>
\nAntara, <\/em>
\nstartup.<\/em><\/p>\n

Tepat setelah berhasil membuat usaha rintisan di bidang game <\/em>yang kemudian diakuisisi Emtek, pria kelahiran Bandung itu ternyata pernah gagal dalam membangun startup <\/em>baru \u201ccantik.com\u201d. Sayangnya, marketplace <\/em>khusus fesyen wanita <\/em>yang ia bangun bersama rekannya itu harus kandas.<\/p>\n

game <\/em>
\nstartup <\/em>
\nmarketplace <\/em>
\n <\/em><\/p>\n

Dalam pengakuannya, Indra mengatakan kegagalan itu terjadi karena mereka tidak mengerti apa-apa terkait industri fesyen <\/em>wanita, terlepas dari pesatnya pertumbuhan industri tersebut di Indonesia.<\/p>\n

fesyen <\/em>
\nenggak <\/em>
\nAntara<\/em>
\n.<\/em><\/p>\n

Meski sempat meninggalkan dunia startup <\/em>untuk berkarier sebagai konsultan di sebuah perusahaan internasional, kecintaannya untuk menciptakan produk yang solutif, membuatnya memutuskan untuk sekali lagi membangun startup <\/em>dengan persiapan yang lebih matang.<\/p>\n

startup <\/em>
\nstartup <\/em><\/p>\n

Tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama, Indra dan rekannya menyadari bahwa untuk menciptakan produk yang memiliki skalabilitas luas, mereka harus menciptakan sesuatu yang mampu menjadi solusi atas suatu permasalahan. Termasuk memenuhi kebutuhan primer yang belum terfasilitasi maksimal.<\/p>\n

Indra yang merupakan keluarga dari pemilik dan pengelola Hotel Nyland di Bandung itu kemudian menyadari ada satu masalah yang bisa ia selesaikan. Permasalahan itu bukan lain berasal dari bisnis hotel keluarganya yang memakan biaya besar, namun pemasukan yang cenderung tetap.\u00a0<\/p>\n

Berbekal masalah bisnis hotel yang harus stabil dan kebutuhan tidur masyarakat, Indra lantas memantapkan dirinya untuk mempelajari bisnis hotel kapsul yang saat itu tengah marak di dunia. Dari perjalanannya menyusuri banyak hotel kapsul di Asia Tenggara dan Amerika, Indra menemukan meski perkembangannya sangat baik, hotel kapsul rata-rata hanya bisa membuka dua sampai tiga cabang karena masalah kepemilikan aset di lokasi strategis.<\/p>\n

\u201cDari situ keluarlah ide bahwa unit kapsul saya harus yang modular (tidak permanen) dengan efisiensi ruang dalam unitnya, dan tidak harus memiliki set lokasi. Karena saya melihat startup harus scalable<\/em> dan asset light<\/em>,\u201d ungkap Indra.<\/p>\n

scalable<\/em>
\n asset light<\/em><\/p>\n

Meski begitu, Indra tak ujug-ujug langsung membuat hotel kapsul di Indonesia. Untuk menguji idenya, Indra membuat prototype <\/em>dengan mengubah satu kamar di Hotel Nyland menjadi konsep kapsul dengan menempatkan satu set \u201cpods\u201d atau dua unit boks atas-bawah. Ia pun meminta resepsionis hotel untuk menawarkan kamar kapsul itu dengan harga diskon 50 persen. Tak disangka, okupansi unit kapsul di Hotel Nyland mencapai 98 persen hanya dalam waktu sebulan sejak diluncurkan.\u00a0<\/p>\n

prototype <\/em><\/p>\n

Akhirnya pada Bulan Juni 2018, hotel kapsul berteknologi tinggi pertama di Indonesia, Bobobox, pertama di Pasir Kaliki Bandung pun berdiri. Tak seperti hotel kapsul lainnya, Bobobox memberikan pengalaman tidur berkualitas, di mana pengunjung dapat menyesuaikan kapsul atau pod seperti yang kita inginkan, mulai dari warna lampu dan lainnya.\u00a0<\/p>\n

Kini, Bobobox telah memiliki lebih dari 15 cabang yang tersebar pada tujuh kabupaten dan kota di Pulau Jawa dengan berbagai jenis fasilitas mulai dari Bobohotel, Boboliving dan Bobocabin. Tak berhenti di situ, Bobobox juga berhasil mendapatkan investasi Series A dengan total 11,5 juta dolar AS pada 2020 silam. Pencapaian ini lantas membuat Bobobox mulai membidik daerah di luar Pulau Jawa.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Berbekal ide baru yang disruptif disertai semangat berbisnis yang membara, jutaan startup terjun ke dunia bisnis setiap tahunnya. Sayangnya, ide baru baik yang sangat visioner sekalipun sering kali tak mampu menjamin keberhasilan bisnis yang dibangun. safe startup Secara definisi, startup adalah organisasi yang bertujuan meluncurkan model bisnis yang baru atau bahkan membuka pasar baru. Model […]<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":444,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":[],"categories":[143],"tags":[24,18,19,23],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/443"}],"collection":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=443"}],"version-history":[{"count":6,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/443\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":2210,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/443\/revisions\/2210"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/media\/444"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=443"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=443"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=443"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}