Dewasa ini, di mana inovasi menentukan kesuksesan dan pertumbuhan bisnis, kita mungkin sudah tidak asing lagi dengan istilah design thinking<\/em>. Pasalnya, popularitas design thinking <\/em>telah berjalan selama beberapa dekade terakhir karena berhasil menjadi kunci kesuksesan banyak organisasi global terkemuka. Perusahaan ternama seperti Apple, Google, dan Samsung, bahkan telah mengadopsi pendekatan design thinking<\/em> dalam operasional mereka.<\/p>\n
Banyak orang mengira bahwa design thinking <\/em>adalah kegiatan khusus untuk para penggemar desain. Memang, pada awalnya hal tersebut digunakan oleh perusahaan desain produk atau layanan di Amerika Serikat. Namun, design thinking <\/em>sejatinya mudah diadaptasi oleh berbagai latar belakang disiplin ilmu. Satu hal utama dari design thinking<\/em> adalah bagaimana membentuk pola pikir terhadap inovasi untuk menghasilkan solusi yang relevan serta menjawab kebutuhan pelanggan, dan ini dapat dipelajari oleh tiap individu dengan latar belakang apapun.<\/p>\n
Berbeda dari proses atau metode inovasi lainnya, design thinking <\/em>digambarkan sebagai sebuah proses dan pola pikir untuk berempati dengan masalah yang berfokus pada manusia, untuk kemudian menemukan pendekatan dan ide-ide inovatif melalui visualisasi dan purwarupa. Design thinking<\/em> menekankan pada siklus berpikir terus menerus, dengan menyediakan ruang untuk improvisasi yang terus berempati-uji-kegagalan-sukses-empati dan sebagainya. <\/p>\n
Proses design thinking <\/em>yang berulang meningkatkan kemampuan seseorang untuk mempertanyakan masalah, meragukan asumsi dan implikasinya. Karena itulah aplikasi design thinking <\/em>mendorong perusahaan untuk menciptakan solusi yang memenuhi kebutuhan nyata pelanggan mereka. Atas dasar itu, mempelajari tahapan design thinking <\/em>akan memungkinkan siapapun untuk mencapai keunggulan kompetitif, dan tentunya menuai keuntungan finansial dengan menciptakan produk yang dibentuk oleh kebutuhan manusia.<\/p>\n
Tahapan dalam Design Thinking<\/em><\/strong><\/p>\n
Design thinking<\/em> bukanlah istilah baru. Gagasan ini diketahui mulai diperbincangkan sebagai bentuk pemecahan masalah kreatif pada tahun 1960-an silam. Istilah design thinking <\/em>pertama kali dipakai oleh John E. Arnold dalam bukunya \u201cCreative Engineering\u201d pada 1959. <\/p>\n
Dalam praktiknya, intisari design thinking <\/em>yang dikenalkan pada tahun 1960-an silam itu diturunkan ke dalam beberapa tahapan design thinking<\/em> yang dikenal umum saat ini, salah satunya oleh Innovesia, yang merupakan perusahaan konsultasi yang berfokus pada inovasi bisnis.<\/p>\n
Innovesia memiliki metodologi yang berfokus pada manusia (human-centered)<\/em> baik sebagai pengguna dari produk atau jasa yang bisnis sediakan maupun sebagai bagian dari pelaksana di dalam ekosistemnya. <\/em>Berdasarkan beberapa sumber metodologi design thinking<\/em>, Innovesia merumuskan metodologinya <\/em>menjadi tiga tahapan besar, yakni inspiration, ideation, <\/em>dan implementation. <\/em>Agar lebih spesifik, ketiga tahapan besar ini kemudian diturunkan lagi ke dalam 9 bagian yang disebut sebagai \u201cThe 9i\u201d.<\/p>\n