{"id":1526,"date":"2023-09-01T13:46:02","date_gmt":"2023-09-01T06:46:02","guid":{"rendered":"https:\/\/designthinking.id\/?p=1526"},"modified":"2023-10-17T22:22:50","modified_gmt":"2023-10-17T15:22:50","slug":"meningkatkan-mutu-pendidikan-melalui-design-thinking","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/designthinking.id\/edukasi\/meningkatkan-mutu-pendidikan-melalui-design-thinking\/","title":{"rendered":"Meningkatkan Mutu Pendidikan Melalui Design Thinking"},"content":{"rendered":"

Design thinking<\/em> adalah salah satu metode inovasi yang melibatkan empati, pengumpulan ide, pembuatan purwarupa atau prototype<\/em>, dan pengujian. Pendekatan ini telah hadir selama bertahun-tahun dan kini kian populer di kalangan bisnis.\u00a0<\/p>\n

Design thinking<\/em>
\nprototype<\/em><\/p>\n

Perusahaan besar seperti Google dan Apple misalnya, telah lama mengenal design thinking <\/em>sebagai cara untuk menghasilkan solusi atas masalah yang kompleks. Tapi, tahukah bahwa design thinking <\/em>juga menawarkan segudang manfaat ketika diterapkan dalam dunia pendidikan?<\/p>\n

design thinking <\/em>
\ndesign thinking <\/em><\/p>\n

Seperti penerapannya pada bisnis, design thinking <\/em>menawarkan cara pemecahan masalah dengan pendekatan kreatif dan sistematis yang juga bisa diadopsi para pelajar. Dewasa ini, di mana sistem pendidikan tradisional dianggap terlalu kaku karena hanya terfokus pada hafalan, design thinking <\/em>bisa menjadi alat yang berharga untuk membantu pelajar keluar dari pola tersebut dan menuntun mereka untuk berpikir lebih kreatif.\u00a0<\/p>\n

design thinking <\/em>
\ndesign thinking <\/em><\/p>\n

Dengan materi pembelajaran pada pendekatan masalah melalui empati yang merupakan fokus utama design thinking<\/em>, pelajar dapat memahami bagaimana mempertimbangkan kebutuhan dan perspektif orang lain sehingga mampu menghasilkan solusi yang praktis dan inovatif.\u00a0<\/p>\n

design thinking<\/em><\/p>\n

Design thinking <\/em>pada sisi lain juga mengajak para pelajar menemukan pengetahuan melalui eksplorasi, di mana para pelajar akan dituntun untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan masalah hingga mengembangkan solusi potensial.<\/p>\n

Design thinking <\/em><\/p>\n

Potensi inilah yang turut dilihat Ayu Warsito, sosok Fasilitator Design Thinking di Indonesia. Menurut Ayu, design thinking <\/em>dapat membantu pelajar menciptakan solusi yang tak hanya berguna bagi dirinya, tapi juga berdampak positif bagi sekitar. Atas dasar inilah Ayu merasa design thinking <\/em>amat penting untuk diajarkan di lembaga pendidikan formal sebagai salah satu metode pemecahan masalah yang berfokus pada manusia.<\/p>\n

design thinking <\/em>
\ndesign thinking <\/em><\/p>\n

\u201cMetode design thinking<\/em> dapat diajarkan sejak tingkat SD. Karena design thinking<\/em> dapat mengembangkan pola pikir anak sebagai dasar untuk pemecahan masalah, serta pengembangan inovasi dan kreativitas di berbagai mata pelajaran,\u201d kata Ayu Warsito, Fasilitator Design Thinking.<\/p>\n

design thinking<\/em>
\ndesign thinking<\/em><\/p>\n

\"\"
Ayu Warsito ketika mengajarkan pendekatan Design Thinking pada siswa di ajan Youth4Health (Dok. Innovesia)<\/figcaption><\/figure>\n

\"\"

Ayu Warsito ketika mengajarkan pendekatan Design Thinking pada siswa di ajan Youth4Health (Dok. Innovesia)<\/figcaption>

Selain membantu pelajar mengembangkan keterampilan kreatif, design thinking <\/em>juga mengajarkan bagaimana cara merangkul berbagai perspektif, dan kreativitas orang lain dalam upaya menghasilkan solusi terbaik. Hal ini tentu akan mendorong pelajar untuk menghargai keragaman perspektif dan pengalaman yang ada di dunia.\u00a0<\/p>\n

design thinking <\/em><\/p>\n

Design thinking <\/em>yang iteratif juga memberikan izin bagi pelajar untuk gagal dan belajar dari kesalahan, menerima umpan balik dan mengulangi proses berpikir tersebut.<\/p>\n

Design thinking <\/em><\/p>\n

Sifatnya yang adaptif juga membuat design thinking<\/em> dapat diterapkan pada hampir semua mata pelajaran yang membutuhkan inovasi dan pemecahan masalah yang kreatif. Dalam mata pelajaran sains dan teknologi misalnya, pelajar dapat menggunakan design thinking <\/em>untuk mengembangkan sumber energi berkelanjutan. Sementara dalam ilmu sosial, design thinking<\/em> bisa mendorong pelajar untuk meningkatkan inklusi di berbagai aspek kehidupan.<\/p>\n

design thinking<\/em>
\ndesign thinking <\/em>
\ndesign thinking<\/em><\/p>\n

Tak heran jika mempelajari design thinking <\/em>dapat membantu pelajar untuk memecahkan masalah di dunia nyata. Pelajar pada akhirnya dapat menggunakan pendekatan design thinking<\/em> untuk membangun masyarakat dalam beradaptasi dengan tantangan yang muncul di kehidupan sehari-hari.<\/p>\n

design thinking <\/em>
\ndesign thinking<\/em><\/p>\n

Ilmu itu juga yang didapat Trisna Kusuma ketika mempelajari design thinking. <\/em>Mahasiswa Institusi Pendidikan Bogor yang pernah menjadi delegasi Indonesia pada Young People\u2019s Action Team UNICEF itu paham betul pentingnya design thinking <\/em>ketika harus terjun membantu masyarakat. Bergabung dalam ajang Youth Climate Action Camp dengan tema \u201cFrom Rural to Climate Resilience Communities\u201d, Trisna dan tim memanfaatkan pendekatan design thinking <\/em>untuk mengidentifikasi masalah utama yang dihadapi para petani terkait perubahan iklim.<\/p>\n

design thinking. <\/em>
\ndesign thinking <\/em>
\ndesign thinking <\/em><\/p>\n

Menurut Trisna, design thinking <\/em>membantunya untuk mengumpulkan masalah nyata para petani, mengesampingkan asumsi dan membantu menciptakan solusi yang tepat guna.<\/p>\n

design thinking <\/em><\/p>\n

\u201cBanyak orang membuat program untuk membantu petani hanya dengan berasumsi \u2018oh sepertinya petani butuh ini, butuh itu\u2019 tanpa terjun langsung ke petani, tanpa survei ke mereka. Mereka hanya beranggapan dari asumsi pribadi saja. Sayangnya, setelah program yang disusun diimplementasikan, programnya tidak membuahkan hasil apa-apa karena program yang dibuat tidak dibutuhkan oleh para petani,\u201d ujar Trisna.<\/p>\n

Atas dasar inilah Trisna merasa pendekatan design thinking <\/em>amat penting untuk diajarkan pada institusi pendidikan formal, terlebih di bangku perkuliahan mengingat salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah pengabdian kepada masyarakat.<\/p>\n

design thinking <\/em><\/p>\n

\u201cDesign Thinking membantu kita mengesampingkan asumsi dan mendalami masalah langsung dari orang yang mengalaminya, dan itu sangat penting diajarkan di bangku kuliah karena dapat membantu mahasiswa misalnya dalam mendesain program yang tepat ketika melakukan pengabdian ke masyarakat seperti KKN,\u201d jelas Trisna.<\/p>\n

Menanamkan Pola Pikir <\/strong>Design Thinking<\/em><\/strong> Bersama Innovesia<\/strong><\/p>\n

Menanamkan Pola Pikir <\/strong>
\nDesign Thinking<\/em><\/strong>
\nDesign Thinking<\/em>
\n Bersama Innovesia<\/strong><\/p>\n

Menyadari besarnya manfaat yang bisa diberikan design thinking <\/em>dalam dunia pendidikan, Innovesia, perusahaan konsultasi yang berfokus pada inovasi sekaligus salah satu pengadopsi awal design thinking <\/em>di Indonesia, telah menjalin kerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi ternama untuk menanamkan pola pikir satu ini.<\/p>\n

design thinking <\/em>
\ndesign thinking <\/em><\/p>\n

Universitas Bina Nusantara atau BINUS UNIVERSITY misalnya, perguruan tinggi peraih penghargaan The Global Most Innovative Knowledge Enterprise (MIKE) Award selama 4 kali berturut-turut itu telah lama melihat potensi besar yang bisa didapat para mahasiswanya dari mempelajari design thinking.\u00a0<\/em><\/p>\n

design thinking.\u00a0<\/em><\/p>\n

\"\"
BINUS UNIVERSITY (Dok. BINUS UNIVERSITY)<\/figcaption><\/figure>\n

\"\"

BINUS UNIVERSITY (Dok. BINUS UNIVERSITY)<\/figcaption>

Sebagai mitra, Innovesia berkolaborasi bersama BINUS UNIVERSITY dalam mengembangkan silabus serta menyusun modul dasar pembelajaran design thinking <\/em>untuk kelas Entrepreneurship Track. Innovesia bersama jaringan expert<\/em> yang dimilikinya juga turut mengajarkan pola pikir satu ini kepada mahasiswa BINUS UNIVERSITY yang mengikuti kelas tersebut.<\/p>\n

design thinking <\/em>
\nexpert<\/em><\/p>\n

Pola pikir design thinking <\/em>diyakini BINUS UNIVERSITY tak hanya mampu menumbuhkan jiwa kewirausahaan dalam diri mahasiswa, tapi juga memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi masalah sampai pada membuat solusi yang benar-benar mampu menyelesaikan masalah tersebut.<\/p>\n

design thinking <\/em><\/p>\n

\u201cKarena penerapannya pada entrepreneur<\/em>, kami ingin supaya anak-anak bisa membuat suatu inovasi yang baru, dan itu tidak hanya soal menciptakan produk atau bisnis baru. Tapi juga mengajarkan mahasiswa dalam menemukan atau mengidentifikasi masalah yang ada untuk kemudian membuat solusinya. Dengan design thinking <\/em>ini, mahasiswa juga diharapkan mampu mengasah kemampuan problem solving<\/em> mereka,\u201d ujar Raissa Listy Almanda, Entrepreneurship and Incubation Section Head di Center for Innovation, Design, and Entrepreneurship Research (CIDER) BINUS International<\/p>\n

entrepreneur<\/em>
\ndesign thinking <\/em>
\nproblem solving<\/em><\/p>\n

Meski tujuan utamanya adalah mendorong mahasiswa untuk berinovasi, Raissa tak menampik jika design thinking <\/em>turut membantu mengembangkan kemampuan interpersonal atau soft skill <\/em>seperti keterampilan komunikasi ketika diharuskan melakukan immersion <\/em>kepada target pelanggan.<\/p>\n

design thinking <\/em>
\nsoft skill <\/em>
\nimmersion <\/em><\/p>\n

\u201cBanyak sekali kemampuan yang diasah ketika mempelajari design thinking. <\/em>Karena design thinking <\/em>mengharuskan mahasiswa melakukan immersion<\/em>, bertemu dengan target customer, <\/em>berdiskusi bersama mereka, dan menggali insight<\/em> atau masalah yang mereka alami. Jadi, banyak social skill<\/em> yang secara tidak langsung juga diajarkan, salah satunya kemampuan berkomunikasi,\u201d jelas Raissa.<\/p>\n

design thinking. <\/em>
\ndesign thinking <\/em>
\nimmersion<\/em>
\ncustomer, <\/em>
\ninsight<\/em>
\nsocial skill<\/em><\/p>\n

Lebih dari itu, kemampuan berpikir kritis mahasiswa juga dinilai Raissa turut terasah ketika mempelajari design thinking. <\/em>Pasalnya, design thinking <\/em>mengajarkan mahasiswa untuk menciptakan solusi berdasarkan fakta dan bukan asumsi mereka semata.\u00a0<\/em><\/p>\n

design thinking. <\/em>
\nclick this link here now<\/a>
\n design thinking <\/em>
\n.\u00a0<\/em><\/p>\n

\u201c<\/em>Setelah mengidentifikasi masalah, design thinking <\/em>juga mengharuskan mahasiswa menganalisa dan menciptakan solusi dan itu mengasah critical thinking<\/em> juga,\u201d lanjut Raissa.<\/p>\n

\u201c<\/em>
\ndesign thinking <\/em>
\ncritical thinking<\/em><\/p>\n

Telah diajarkan <\/em>selama lebih dari satu dekade, design thinking <\/em>diyakini\u00a0 BINUS UNIVERSITY sebagai metode yang tepat untuk mengajarkan mahasiswa menciptakan inovasi yang berdampak bagi masyarakat, seraya mengasah ragam keterampilan personal yang berguna dan menjadi bekal untuk masa depan mereka.<\/p>\n

<\/em>
\ndesign thinking <\/em><\/p>\n

\u201cJadi design thinking<\/em> tak hanya mengajarkan mahasiswa bagaimana caranya membangun bisnis yang menguntungkan, tapi mereka juga punya skill <\/em>yang applicable<\/em> yang bisa mereka terapkan di manapun, tidak terbatas di bidang entrepreneurship<\/em> saja. Kalau misalnya nanti mereka kerja di perusahaan, atau misalnya mengerjakan hal lain, metode ini bisa dipakai,\u201d ujar Raissa.<\/p>\n

design thinking<\/em>
\nskill <\/em>
\n applicable<\/em>
\nentrepreneurship<\/em><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Design thinking adalah salah satu metode inovasi yang melibatkan empati, pengumpulan ide, pembuatan purwarupa atau prototype, dan pengujian. Pendekatan ini telah hadir selama bertahun-tahun dan kini kian populer di kalangan bisnis.\u00a0 Design thinking prototype Perusahaan besar seperti Google dan Apple misalnya, telah lama mengenal design thinking sebagai cara untuk menghasilkan solusi atas masalah yang kompleks. […]<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":1528,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":[],"categories":[143],"tags":[],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1526"}],"collection":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=1526"}],"version-history":[{"count":4,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1526\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":2093,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1526\/revisions\/2093"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/media\/1528"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=1526"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=1526"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=1526"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}