{"id":1239,"date":"2023-06-27T11:59:52","date_gmt":"2023-06-27T04:59:52","guid":{"rendered":"https:\/\/designthinking.id\/?p=1239"},"modified":"2023-10-18T08:22:41","modified_gmt":"2023-10-18T01:22:41","slug":"berkomitmen-mencapai-net-zero-emission-pada-2040-hm-gunakan-metode-human-centered-design","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/designthinking.id\/gaya-hidup\/berkomitmen-mencapai-net-zero-emission-pada-2040-hm-gunakan-metode-human-centered-design\/","title":{"rendered":"Berkomitmen Mencapai Net Zero Emission pada 2040, H&M Gunakan Metode Human-centered Design"},"content":{"rendered":"
Kedua lembaga itu mencatat industri fesyen terhitung menghasilkan sekitar setengah juta ton microfiber<\/em> plastik yang berakhir di laut. Sampah plastik telah menjadi perhatian karena implikasi lingkungan dan kesehatan yang negatif. Microfiber <\/em>sendiri tidak dapat diekstraksi dari air dan dapat menyebar ke seluruh rantai makanan.<\/p>\n microfiber<\/em> Selama beberapa tahun terakhir, H&M telah berkomitmen serius mewujudkan sustainable fashion<\/em> dengan menetapkan agenda agresif untuk mewujudkan emisi nol bersih atau net-zero emission<\/em>. Pada tahun 2021, H&M mengumumkan tujuannya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 56% pada tahun 2030, dan menguranginya hingga 90% demi mencapai net-zero emission<\/em> pada tahun 2040.<\/p>\n sustainable fashion<\/em> Untuk mewujudkannya, H&M harus mengurangi penggunaan plastik, air, polutan, dan jumlah persediaan berlebih atau overstock <\/em>yang dapat berakhir di tempat pembuangan sampah. Namun, tak ada yang mudah dalam prosesnya. Model rantai pasokan atau supply chain <\/em>ritel tradisional yang hingga kini masih diandalkan banyak produsen di industri fesyen, membuat mereka kesulitan memprediksi secara akurat berapa banyak item pakaian tertentu yang mungkin dijual merek tersebut di pasar.<\/p>\n overstock <\/em> Seperti kebanyakan perusahaan ritel yang sudah lama berdiri, H&M beroperasi dengan strategi push. <\/em>Dalam strategi ini produsen diharuskan melakukan produksi untuk mengantisipasi permintaan di masa depan. Dalam kasus ritel seperti H&M, produsen akan berasumsi mengenai kemungkinan permintaan untuk item <\/em>pakaian tertentu, memproduksinya dan berharap koleksi pakaian tersebut akan terjual habis pada musim yang akan datang.<\/p>\n push. <\/em> Namun, membuat kesalahan dalam strategi push<\/em>, berarti pakaian yang telah Anda produksi besar kemungkinan tidak disukai pelanggan dan pada akhirnya menyebabkan overstock <\/em>dan berakhir di tempat pembuangan sampah. Selain menimbulkan kerugian, kesalahan pada model semacam ini juga tentunya berdampak buruk bagi lingkungan.<\/p>\n push<\/em> Ellen MacArthur Foundation, seperti yang dilansir World Bank, memperkirakan bahwa sekitar USD 500 miliar (Rp 7,7 triliun) <\/strong>hilang setiap tahunnya karena pakaian yang hampir tidak dipakai, tidak disumbangkan, didaur ulang, atau berakhir di tempat pembuangan sampah. Dampak ini tentu tidak sesuai dengan sasaran keberlanjutan agresif H&M.<\/p>\n <\/strong><\/p>\n Langkah Cerdas H&M Atasi Masalah <\/strong>Overstock<\/em><\/strong><\/p>\n Langkah Cerdas H&M Atasi Masalah <\/strong> Meskipun H&M telah mencoba untuk mengatasi masalah ini sebelumnya, H&M memutuskan untuk menempuh cara lain yang lebih agresif. Berkolaborasi dengan IDEO, H&M Group Design Studio mengambil pendekatan yang berpusat pada manusia atau human-centered design <\/em>untuk lebih memahami rantai pasokannya.\u00a0<\/p>\n human-centered design <\/em><\/p>\n Bersama IDEO, H&M mulai memetakan orang-orang yang membentuk rantai pasokannya di seluruh dunia. Tim dari H&M bertemu dengan semua pihak yang terlibat, mulai dari desainer, pemasok garmen, manajer logistik, dan bahkan orang yang menjual produk akhir H&M di toko. Wawasan dari pertemuan ini kemudian digunakan untuk membuat algoritma yang dapat memprediksi permintaan dengan lebih baik dan mempersingkat interval antara penjualan dan produksi.<\/p>\n Kolaborasi itu juga meluncurkan apa yang H&M sebut sebagai \u201cCruise Control\u201d, sebuah alur operasional otomatis yang memberikan banyak waktu bagi para staf untuk fokus pada operasi yang berpusat pada pelanggan, seperti memberikan panduan dan inspirasi. Alur ini pada akhirnya mempermudah H&M untuk mengikuti tuntutan pasar, dan menempatkan perkiraan yang lebih akurat tentang apa yang diinginkan konsumen untuk koleksi musim berikutnya.<\/p>\n Alhasil, H&M berhasil mengurangi 22% stok mereka selagi melaporkan peningkatan 34% dalam penjualan selama pilot program dilaksanakan. Perubahan ini tentu tidak hanya menguntungkan bisnis, tetapi juga mengurangi pemborosan secara signifikan.<\/p>\n \u201cSemakin banyak yang kita pahami, semakin banyak yang kita pelajari, semakin baik kita dapat memberikan hasil bisnis. Hal itu pada gilirannya sangat membantu menciptakan pemberdayaan dan semangat dalam organisasi untuk mewujudkan inisiatif seperti ini,\u201d ujar<\/p>\n Catharina Frankander, Kepala Studio Desain Grup H&M, seperti dilansir dari laman IDEO.<\/p>\n Kini, H&M tengah meluncurkan Looper Textile Co., sebuah usaha patungan dengan mitra pengumpul garmen, Remondis. Keduanya bekerja mengumpulkan dan memilah tekstil bekas dan yang tidak diinginkan untuk dijual kembali dan didaur ulang di Eropa. Barang-barang ini kemudian akan diedarkan kembali sebagai produk bekas atau digunakan kembali dan didaur ulang sehingga dapat digunakan sebagai serat dan sumber daya lainnya dalam produksi H&M.<\/p>\n Lebih Lanjut Mengenai <\/strong>Human-centered Design<\/em><\/strong><\/p>\n Lebih Lanjut Mengenai <\/strong> Dari kasus H&M kita belajar bagaimana human-centered design<\/em> dapat mengatasi masalah overstock <\/em>dengan lebih memahami kendala-kendala nyata yang dialami manusia. Human-centered design <\/em>membantu desainer atau produsen untuk merancang sebuah produk atau layanan sesuai dengan kebutuhan dan kapabilitas manusia sebagai penggunanya. Nilai inilah yang juga diyakini Innovesia melalui metode design thinking, <\/em>yang juga berfokus pada pengguna.<\/p>\n human-centered design<\/em> Innovesia bekerja sama dengan IPMI International Business School menyelenggarakan lokakarya design thinking<\/em> di PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk. Lokakarya yang diikuti oleh lebih dari 90 peserta Program Pengembangan Manajemen itu berisikan praktek penerapan tiga tahap metode design thinking <\/em>yakni inspiration, ideation <\/em>dan implementation.<\/em><\/p>\n design thinking<\/em> Dalam lokakarya tersebut, Innovesia bersama IPMI International Business School membantu pegawai PGN untuk memecahkan tantangan bisnis terbaru yang mencakup: cara beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis untuk bisnis yang berkelanjutan, perubahan perilaku pelanggan dengan ide-ide inovatif dan mengubah produk kita agar sesuai dengan segmen pelanggan baru.<\/p>\n Peserta yang terbagi ke dalam beberapa kelompok harus menjawab tantangan melalui metode design thinking<\/em> yang salah satu prosesnya, yaitu immersion,<\/em> mengharuskan peserta <\/em>untuk mendapatkan wawasan dari pelanggan yang ditargetkan secara langsung. Sebanyak 12 prototype <\/em>hasil pemikiran peserta akan tantangan yang diberikan sebagai solusi <\/em>yang relevan dengan masalah dan menjawab kebutuhan pelanggan tercipta melalui lokakarya ini.<\/p>\n
\nMicrofiber <\/em>
\nsustainability <\/em><\/p>\n
\nnet-zero emission<\/em>
\nnet-zero emission<\/em><\/p>\n
\nsupply chain <\/em><\/p>\n
\nitem <\/em><\/p>\n
\noverstock <\/em><\/p>\n
\nOverstock<\/em><\/strong>
\nOverstock<\/em><\/p>\n
\nHuman-centered Design<\/em><\/strong>
\nHuman-centered Design<\/em><\/p>\n
\noverstock <\/em>
\nHuman-centered design <\/em>
\ndesign thinking, <\/em>
\ndesign thinking <\/em>
\nsustainable. <\/em><\/p>\n
\ndesign thinking <\/em>
\ninspiration, ideation <\/em>
\nimplementation.<\/em><\/p>\n