Pentingnya Suara dan Partisipasi Aktif Remaja<\/strong><\/p>\nMengingat penyakit tidak menular berdampak pada berkurangnya masa dan kualitas hidup seseorang. Kemenkes bersama United Nations Children\u2019s Fund (UNICEF) mengajak remaja Indonesia khususnya di Aceh dan Bandung untuk mengatasi tantangan kesehatan di masa depan, termasuk faktor risiko penyakit tidak menular akibat kesehatan mental,\u00a0bahaya merokok dan polusi udara yang berdampak pada perubahan iklim.<\/p>\n
\u201cRemaja berhak untuk didengar dan berpartisipasi secara otentik dan bermakna dalam semua hal yang mempengaruhi mereka, termasuk kesehatan dan kesejahteraan. Peluang untuk partisipasi dan pengambilan keputusan membantu meningkatkan ketahanan remaja dan perkembangan yang sehat. Sayangnya, remaja belum terlibat secara bermakna dalam berbagai upaya pengendalian penyakit tidak menular,\u201d ungkap Sojung Yoon, perwakilan dari UNICEF\u00a0Indonesia.\u00a0<\/p>\n
Atas dasar tersebut\u00a0UNICEF mengundang remaja usia 10-19 tahun untuk dapat bersama-sama mencari solusinya dengan cara ko-kreasi dengan menggunakan pendekatan inovasi untuk memastikan partisipasi remaja yang berarti\u00a0dalam sebuah program yang bertajuk \u201cYouth for Health Innovation Challenge\u201d mengingat penyakit tidak menular berdampak pada berkurangnya masa dan kualitas hidup seseorang.<\/p>\n
Kemenkes bersama United Nations Children\u2019s Fund (UNICEF) mengajak remaja Indonesia khususnya di Aceh dan Bandung untuk mengatasi tantangan kesehatan di masa depan, termasuk faktor risiko penyakit tidak menular akibat kesehatan mental,\u00a0bahaya merokok dan polusi udara yang berdampak pada perubahan iklim.<\/p>\n
Dalam program tersebut, remaja akan diberikan tantangan untuk menemukan cara-cara inovatif untuk menyuarakan ide, pemikiran, dan aspirasi mereka untuk mengatasi ancaman kesehatan yang muncul. Youth For Health Innovation Challenge juga akan membekali para remaja dengan pengetahuan kontekstual dan keterampilan abad ke-21 dan merancang ide-ide inovatif mereka menjadi keluaran yang dapat ditransfer ke komunitas mereka masing-masing.<\/p>\n
\u201cProgram ini akan memastikan keterlibatan dan partisipasi remaja, termasuk mereka yang paling terpinggirkan dan rentan. Program ini akan memungkinkan remaja untuk membingkai ulang isu-isu saat ini, membayangkan kemungkinan masa depan, dan menguji ide-ide inovatif mereka berdasarkan pengalaman mereka sendiri,\u201d Ujar Sojung Yoon.<\/p>\n
Adapun kegiatan pertama dari program tersebut baru saja dilaksanakan pada hari Sabtu (1\/10) di Amel Convention Center hall, Banda Aceh dan\u00a0berjalan sukses\u00a0dengan diikuti oleh kurang lebih 300 peserta remaja usia 10-19 tahun dari berbagai sekolah di Banda Aceh yang menghasilkan berbagai ide inovasi yang \u00a0bisa dikembangkan lebih lanjut untuk menjadi solusi atas permasalahan tersebut di atas. \u00a0<\/p>\n
Untuk penyelenggaraan kegiatan ini, UNICEF menggandeng PT Investasi Inovasi Indonesia atau Innovesia sebagai mitra konsultan inovasinya yang juga didukung oleh sejumlah mitra lainnya dari Banda Aceh seperti Youth ID, Mitra Muda, Atfulawan, dan PBKI Aceh.<\/p>\n
Pada acara hari tersebut, para remaja yang hadir berkesempatan untuk mempresentasikan ide dan\/atau prototipe solusi inofatif mereka kepada para pemangku kepentingan terkait, termasuk mitra pemerintah pusat dan daerah.<\/p>\n
Tak hanya di Aceh, program Youth For Health Innovation Challenge juga bisa diikuti secara langsung di kota Bandung\u00a0pada 8 Oktober 2022, tepatnya di Horison Ultima Bandung, Jalan Pelajar Pejuang 45 No. 121, Buah Batu.<\/p>\n
\u201cKami berharap \u201cYouth for\u00a0Health Innovation Challenge\u201d dapat membuka pintu bagi remaja di dua kota tersebut untuk partisipasi yang berarti dalam masalah kesehatan remaja dan memungkinkan mereka untuk membuat perbedaan dalam kehidupan dan komunitas mereka sendiri,\u201d tutup Sojung dari \u00a0UNICEF.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"
Saat ini, generasi muda dihadapi dengan segala bahaya kesehatan yang ada di sekitar, terutama risiko timbulnya penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi penyebab kematian tertinggi masyarakat Indonesia. Secara global, Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam Key Facts yang diterbitkan pada 16 September 2022 bahkan melaporkan 74 persen kematian secara global diakibatkan penyakit tidak menular. Key Facts […]<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":1231,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":[],"categories":[146],"tags":[16,20,17,21],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1230"}],"collection":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=1230"}],"version-history":[{"count":5,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1230\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":2169,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1230\/revisions\/2169"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/media\/1231"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=1230"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=1230"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=1230"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}