{"id":1203,"date":"2023-06-19T12:15:00","date_gmt":"2023-06-19T05:15:00","guid":{"rendered":"https:\/\/designthinking.id\/?p=1203"},"modified":"2023-10-18T07:53:36","modified_gmt":"2023-10-18T00:53:36","slug":"selesaikan-masalah-pengguna-taksi-uber-jadi-pemimpin-layanan-transportasi-amerika","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/designthinking.id\/teknologi\/selesaikan-masalah-pengguna-taksi-uber-jadi-pemimpin-layanan-transportasi-amerika\/","title":{"rendered":"Selesaikan Masalah Pengguna Taksi, Uber jadi Pemimpin Layanan Transportasi Amerika"},"content":{"rendered":"

peer-to-peer<\/em>
\nsoftware<\/em><\/p>\n

Berangkat dari Kebutuhan<\/strong><\/p>\n

Berangkat dari Kebutuhan<\/strong><\/p>\n

Ide awal Uber bermula pada 2008 ketika kedua founder<\/em>-nya, Travis Kalanick dan Garrett Camp, menghadiri konferensi teknologi tahunan LeWeb yang diadakan di Paris, Prancis. Kala itu, keduanya kesulitan mencari taksi di tengah gempuran cuaca dingin Paris. Keduanya lantas tersadar bahwa pemikiran itu merupakan suatu kebutuhan akan moda transportasi yang tidak atau belum terpenuhi.<\/p>\n

founder<\/em><\/p>\n

Camp yang terus berkutat pada pemikiran itu lantas membeli domain dengan nama UberCab.com. Bisnis pertama Uber memang menyasar layanan taksi mewah yang dapat dipesan melalui aplikasi. Ide itu mulanya dieksekusi oleh Camp sendiri ketika ia masih menjadi CEO StumbleUpon. Barulah pada 2010, Kalanick bergabung dengan UberCab atas ajakan Camp.<\/p>\n

Misi Uber adalah membuat transportasi mudah diakses dan mereka ingin melakukannya dengan cara yang berbeda. Berbekal aplikasi, pengguna dapat memesan tumpangan hanya melalui smartphone <\/em>atau gawai mereka. Teknologi GPS yang disematkan pada aplikasi lantas mengidentifikasi lokasi pengendara. Kesederhanaan inilah yang membuat Uber begitu populer bahkan di awal kemunculannya. Sejak diluncurkan perdana pada tahun 2010, Uber berhasil mengumpulkan lebih dari USD 25 miliar pendanaan dari Venture Capital<\/em>.<\/p>\n

smartphone <\/em>
\nVenture Capital<\/em><\/p>\n

Kesuksesan Uber tentunya tidak lepas dari keberhasilan mereka mengidentifikasi masalah nyata yang dihadapi konsumen dan mencari tahu bagaimana teknologi dapat menyelesaikannya. Sebelumnya, waktu dan lokasi merupakan masalah utama dalam layanan taksi. Pasalnya, taksi hanya tersedia di kota-kota besar. Konsumen juga harus pergi ke daerah-daerah ramai atau pinggir jalan untuk mencari taksi. Walau bisa dipesan melalui telepon, konsumen harus menghabiskan lebih banyak waktu untuk menunggu.<\/p>\n

Di sanalah Uber hadir membawa kemudahan bagi konsumen untuk memesan tumpangan dari mana saja dan kapan saja. Uber menghubungkan penumpang yang menginginkan pengalaman bebas repot berkendara dan pengemudi yang menginginkan fleksibilitas atau penghasilan tambahan. Hanya dalam setahun, Uber diluncurkan secara internasional di Paris, Prancis.<\/p>\n

Menjangkau Lebih Banyak Konsumen<\/strong><\/p>\n

Menjangkau Lebih Banyak Konsumen<\/strong><\/p>\n

Tidak seperti layanan taksi yang terbentur regulasi transportasi yang ketat, Uber dengan cepat memanfaatkan kurangnya regulasi untuk layanan rideshare<\/em> digital di sebagian besar negara. Hal ini jelas membantu mereka melakukan lompatan yang lebih besar dalam pangsa pasar dengan meluncurkan layanan mereka di berbagai negara. Meningkatnya kepemilikan smartphone <\/em>negara-negara berkembang, juga memberi Uber keuntungan tambahan dalam penetrasi pasar di banyak negara tempat mereka beroperasi.<\/p>\n

rideshare<\/em>
\nsmartphone <\/em><\/p>\n

Pada sisi lain, Uber juga memperhitungkan pengalaman lokal calon pelanggan di berbagai negara. Saat Uber berkembang, Uber menargetkan calon konsumen mereka berdasarkan wilayah dan kebutuhan mendesak. Di negara-negara seperti India dan Thailand misalnya, Uber memperluas penawaran mereka dengan layanan becak motor dan sepeda motor, yang merupakan pilihan transportasi yang lebih cepat untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di dua negara itu.<\/p>\n

Di Indonesia sendiri Uber menawarkan layanan taksi dan ojek online, yang membawanya ke persaingan ketat. Jika di Amerika Serikat Uber merupakan pemain utama yang membawa perubahan besar dalam layanan transportasi, Uber bersaing dengan kompetitor seperti Gojek dan Grab di Indonesia. Untuk menghadapi persaingan, Uber melakukan manuver dengan menghadirkan ragam potongan harga.\u00a0<\/p>\n

online <\/em><\/p>\n

Menghadapi Kegagalan dengan Berinovasi<\/strong><\/p>\n

Menghadapi Kegagalan dengan Berinovasi<\/strong><\/p>\n

Menghadapi kerugian dalam layanan transportasi yang diperparah pandemi Covid-19, Uber memilih memperluas layanan pesan antar miliknya. Pada 2020, Uber mengakuisisi aplikasi pengiriman makanan online Postmates, dan membuat Uber Eats memantapkan dirinya sebagai pemimpin kategori di Los Angeles dan Kota New York. Uber juga mengembangkan bisnisnya dengan menambah layanan pengiriman bahan makanan, alkohol, dan banyak lagi.<\/p>\n

Hingga kini, Uber terus meningkatkan dan menyempurnakan teknologi mereka untuk menyediakan perjalanan yang aman dan andal. Uber juga mengembangkan teknologi ini untuk mengaktifkan layanan baru seperti uberPOOL, yang memungkinkan pengendara pergi ke arah yang sama untuk berbagi perjalanan. Layanan ini jelas membantu memangkas biaya perjalanan dan mengurangi kemacetan dari waktu ke waktu.<\/p>\n

The New York Times<\/em>
\n, <\/em>
\nimportant link<\/a><\/p>\n

Dalam laman resmi perusahaan, Uber mengumumkan telah membuat model uji mobil self-driving<\/em>, yang saat ini tengah diuji coba. Meskipun masih dalam tahap uji coba, Uber meyakini inovasi ini akan mampu mengurangi kemacetan dan membuat transportasi lebih terjangkau serta mudah diakses.<\/p>\n

self-driving<\/em><\/p>\n

Pentingnya Inovasi untuk Keberlangsungan Bisnis<\/strong><\/p>\n

Pentingnya Inovasi untuk Keberlangsungan Bisnis<\/strong><\/p>\n

Dari kasus Uber, kita belajar bahwa inovasi amat penting bagi kelangsungan suatu bisnis. Amat mustahil bagi Uber untuk terus bertahan jika hanya mengandalkan inovasi awal mereka, yakni taksi online. Pasalnya, suatu inovasi yang sukses pasti akan diikuti dengan seribu pengikut.<\/p>\n

Kesuksesan Uber juga memberi contoh nyata bagaimana industri yang mapan seperti taksi dapat tertinggal karena menutup mata pada peluang inovasi. Persaingan Uber dan taksi memperlihatkan bagaimana inovasi menciptakan peluang besar bagi pemain baru, sekaligus ancaman nyata bagi perusahaan besar, bahkan yang telah memonopoli industri sekalipun.<\/p>\n

design thinking <\/em>
\nImmersion <\/em><\/p>\n

Misalnya, saat Innovesia dipercaya Kompas, salah satu media massa ternama di Indonesia, dalam menyelenggarakan lokakarya bertajuk \u201cCo-Creation Workshop and Synthesizing with Design Thinking\u201d. Lokakarya yang ditujukan kepada karyawan internal Kompas agar dapat meningkatkan kompetensi karyawan dalam menghadapi disrupsi digital yang berdampak pada media massa.<\/p>\n

Pada lokakarya kali ini, Innovesia membantu karyawan Kompas meningkatkan kemampuan mereka untuk menerjemahkan situasi dan kondisi menjadi permasalahan strategis, kemudian mencari solusi berdasarkan kebutuhan target pengguna Kompas. Innovesia juga mengajarkan bagaimana membangun rapid prototyping<\/em> untuk mengubah ide-ide kreatif mereka menjadi solusi nyata.<\/p>\n

rapid prototyping<\/em><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

peer-to-peer software Berangkat dari Kebutuhan Berangkat dari Kebutuhan Ide awal Uber bermula pada 2008 ketika kedua founder-nya, Travis Kalanick dan Garrett Camp, menghadiri konferensi teknologi tahunan LeWeb yang diadakan di Paris, Prancis. Kala itu, keduanya kesulitan mencari taksi di tengah gempuran cuaca dingin Paris. Keduanya lantas tersadar bahwa pemikiran itu merupakan suatu kebutuhan akan moda […]<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":1206,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":[],"categories":[149,144],"tags":[18,19,137],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1203"}],"collection":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=1203"}],"version-history":[{"count":4,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1203\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":2173,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1203\/revisions\/2173"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/media\/1206"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=1203"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=1203"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/designthinking.id\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=1203"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}